Jasa SEO Yogyakarta


Jasa SEO Yogyakarta. Paka kesempatan kali ini saya akan sedikit review mengenai jasa SEO Yogyakarta yaitu smartdesainer.com. Smart Desainer yang merupakan perusahaan yang bertempat di yogyakarta ini mempunyai team hebat didalamnya untuk menangani SEO dan berbagai jasa internet Marketing.

Selain Jasa SEO smart desainer juga mempunyai berbagai produk jasa seperti
1. Jasa Pembuatan Website
2. Jasa Pembuatan Aplikasi
3. Jasa Pembuatan Game Android
4. Jasa Pembuatan Video Iklan

Demikian sedikit Review mengenai Jasa SEO Yogyakarta. terimakasih :)

http://fajarindraf.blogspot.com/2014/07/jasa-seo-yogyakarta.html
 

Smart Desainer Jasa Pembuatan Website Yogyakarta


Smart Desainer Jasa Pembuatan Website Yogyakarta. Pada kesempatan kali ini saya akan sedikit memberikan review mengenai jasa pembuatan website yang mempunyai kantor di yogyakarta. Smart Desainer merupakan perusahaan yang berkosentrasi pada pembuatan website dan jasa marketin online seperti SEO , Email Marketing dan Social media.

Perusahaan yang didirikan oleh orang belgia ini mempunyai banyak pengalaman di bidang pembuatan website terbukti banyak perusahaan yang mempercayakan pembuatan websitenya pada Smart Desainer.

Apa aja produk yang ada di smart desainer.
1. Pembuatan website Toko Online
2. Pembuatan Website Rumah Sakit
3. Pembuatan Website Sekolah
4. pembuatan Website Company profile
5. Dan website Custom seperti yang diinginkan.

Tunggu apa lagi buat yang tertarik untuk membuat website bisa langsung ke smartdesainer.com . Jasa pembuatan website

http://fajarindraf.blogspot.com/2014/06/smart-desainer-jasa-pembuatan-website.html
 

MAKANAN KHAS KEBUMEN




1. SATE AMBAL

 
Bagi Wisatawan yang kebetulan mengunjungi obyek wisata di Kabupaten Kebumen, atau hanya sekedar untuk datang di kota Lawet ini, bisa menikmati Sate Ambal ini dengan hanya mengeluarkan uang tak lebih dari Rp 8.000,- untuk satu orang.

Perlu diketahui, bahwa Sate Ambal yang cukup terkenal ini berada di Desa Ambalresmi, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen. Kalau dari pasar Kutowinangun menuju arah barat, ada pertigaan terus ambil jalan ke kiri sekitar 10 km dan dari Kecamatan Ambal menuju arah timur.

Saat ini, penjual Sate Ambal ini yang cukup terkenal adalah Pak Kasman 52 tahun, yang katanya menjadi penjual sate sejak masih Sekolah Rakyat. Pengetahuannya membuat sate ini diperoleh dari ayahnya yang bernama Pak Sabar, di mana orang tersebut dulu juga cukup terkenal.

Keturunan




Beberapa sumber mengatakan, bahwa penjual Sate yang ada di Ambal ini dulunya memang merupakan keturunan dari orang tuanya yang berjualan sate. Tanpa ada "darah sate" yang mengalir di tubuhnya itu, konon tak akan bisa membuat Sate yang bisa membuat orang ketagian untuk melahapnya.

Hal tersebut diakui oleh Pak Kasman, selain orang tuanya Pak Sabar yang juga pembuat dan penjual sate, kakeknya yang bernama Samikin juga merupakan Tokoh Sate Ambal. Untuk itu, Pak Kasman merupakan keturunan ketiga dari tokoh sate Ambal yang sekarang sedang terkenal.

Hal ini bisa dibuktikan, sewaktu Bupati Kebumen, Amin Sudibyo menikahkan anaknya yang perempuan belum lama ini, Pak Kasman diminta untuk membuatkan Sate Ambal di rumah Dinas Bupati tersebut, untuk tamunya yang hadir. Untuk keperluan tersebut, Pak Kasman mengerahkan sejumlah tenaganya sejak dari memotong sampai menjadi sindikan Sate yang siap untuk dibakar, maksudnya dipanggang.

Selain itu, Pak Kasman juga sering mendapat panggilan untuk hal yang sama. Baik itu untuk keperluan acara pernikahan, atau resepsi ulang tahun. Namun begitu, di rumah selalu tersedia Sate yang sudah siap untuk disantap.

Untuk bisa membuat Sate yang benar-benar bisa membuat orang segera ingin menyantapnya, ternyata ada beberapa hal yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah ayam betina, atau ayam babon yang dagingnya banyak mengandung gajih. Lagi pula, ayam jantan seperti jago katanya tak akan bisa menjadi Sate yang enak.


2. LANTHING



Salah satu makanan khas yang ada di Kabupaten Kebumen adalah LANTHING. Makanan kecil yang bahan bakunya berasal dari pohon ketela (budin=Jawa) ini lebih dikenal sebagai Lanthing Karanganyar. Tidak salah, karena yang membuat makanan tersebut adalah para warga di Dukuh Sanggrahan Desa Meles Kecamatan Adimulyo Kabupaten Kebumen.

Jangan salahkan orang kalau akhirnya yang lebih dikenal adalah nama Lanthing Karanganyar. Sebab lokasi desa pembuat lanthing ini berada di sebelah selatan Pasar Karanganyar. Bahkan, sebagian besar toko yang menjual Lanthing ini di Karanganyar. Untuk itu lebih dikenal sebagai Lanthing Karanganyar.


Tak apalah, yang jelas makanan kecil yang sangat digemari masyarakat ini terasa 'renyah' dan 'gurih' dan membuat lidah ini serasa ingin selalu ketagihan. Dan yang lebih khas lagi, warna dari Lanthing ini adalah dua warna, yakni Lanthing Merah dan Lanthing Putih.

Ada yang mengatakan, kalau saat dimulainya pembuatan makanan tersebut terjadi saat Indonesia menjelang Kemerdekaan. Untuk itu ada suatu niat menanamkan rasa cinta pada Bendera sang Merah Putih, yang diwujudkan secara samar dalam sebuah makanan kecil yang kemudian diberi nama Lanthing ini. Lanthing Super

Jangan salah, makanan Lanthing ini juga ada kualitas jenis super dan biasa. Untuk itu harganya pun berbeda antara yang Lanthing Super dan Lanthing jenis biasa. Sekalipun lebih mahal, jenis ini katanya lebih mudah untuk dijual. Permintaannya banyak dari luar Kabupaten Kebumen.

Begitu juga sebaliknya, anda jangan salah pilih kalau beli makanan tersebut. Sekarang ini ada produksi Lanthing yang bukan dari Dukuh Sanggrahan, tetapi rasa dan mutunya jauh berbeda sekalipun harganya relatif lebih murah. Untuk tidak salah beli, bisa langsung membeli di Pengrajin Dukuh Sanggrahan Desa Meles Kecamatan Adimulyo.


Bahkan makan Lanthing ini telah membuka lapangan kerja bagi banyak orang, termasuk di dalamnya adalah para pengecer yang setiap saat keliling dari toko ke toko, bagi yang produksinya tak ada pesanan dari konsumen. Makanan kecil Lanthing ini kini bisa didapatkan di toko-toko sepanjang jalan Pasar Karanganyar dan beberapa toko di Kebumen atau Gombong. Namun tak sedikit yang dijajakan di sejumlah Obyek Wisata. Itulah Lanthing, gurih dan nikmat rasanya untuk dikunyah dan mengundang selera.


3. BENGKOANG




Bengkuang atau bengkoang (Pachyrhizus erosus) dikenal dari umbi (cormus) putihnya yang bisa dimakan sebagai komponen rujak dan asinan atau dijadikan masker untuk menyegarkan wajah dan memutihkan kulit. Tumbuhan yang berasal dari Amerika tropis ini termasuk dalam suku polong-polongan atau Fabaceae. Di tempat asalnya, tumbuhan ini dikenal sebagai xicama atau jícama. Orang Jawa menyebutnya sebagai besusu (/bəsusu/).

Bengkuang merupakan liana tahunan yang dapat mencapai panjang 4-5m, sedangkan akarnya dapat mencapai 2m. Batangnya menjalar dan membelit, dengan rambut-rambut halus yang mengarah ke bawah.
Daun majemuk menyirip beranak daun 3; bertangkai 8,5-16 cm; anak daun bundar telur melebar, dengan ujung runcing dan bergigi besar, berambut di kedua belah sisinya; anak daun ujung paling besar, bentuk belah ketupat, 7-21 × 6-20 cm.
Bunga berkumpul dalam tandan di ujung atau di ketiak daun, sendiri atau berkelompok 2-4 tandan, panjang hingga 60cm, berambut coklat. Tabung kelopak bentuk lonceng, kecoklatan, panjang sekitar 0,5 cm, bertaju hingga 0,5 cm. Mahkota putih ungu kebiru-biruan, gundul, panjang lk. 2 cm. Tangkai sari pipih, dengan ujung sedikit menggulung; kepala putik bentuk bola, di bawah ujung tangkai putik, tangkai putik di bawah kepala putik berjanggut. Buah polong bentuk garis, pipih, panjang 8-13 cm, berambut, berbiji 4-9 butir.

4. GULA MERAH






Gula merah atau gula Jawa biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Bunga (mayang) yang belum mekar diikat kuat (kadang-kadang dipres dengan dua batang kayu) pada bagian pangkalnya sehingga proses pemekaran bunga menjadi terhambat. Sari makanan yang seharusnya dipakai untuk pemekaran bunga menumpuk menjadi cairan gula. Mayang membengkak. Setelah proses pembengkakan berhenti, batang mayang diiris-iris untuk mengeluarkan cairan gula secara bertahap. Cairan biasanya ditampung dengan timba yang terbuat dari daun pohon palma tersebut. Cairan yang ditampung diambil secara bertahap, biasanya 2-3 kali. Cairan ini kemudian dipanaskan dengan api sampai kental. Setelah benar-benar kental, cairan dituangkan ke mangkok-mangkok yang terbuat dari daun palma dan siap dipasarkan. Gula merah sebagian besar dipakai sebagai bahan baku kecap manis.

5. JIPANG KACANG



Selain lanting, Kabupaten Kebumen juga dikenal sebagai penghasil makanan khas berupa jipang kacang. Hingga kini aktivis perajin jipang kacang masih bisa ditemui di Kelurahan Panjer, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen. Makanan cemilan tersebut sudah diproduksi sejak nenek moyang.

Para perajin masih mengerjakan proses pembuatan jipang kacang secara tradisional. Persis seperti yang diajarkan nenek moyang dulu. Hanya ada perubahan pada bungkusnya. Kalau zaman dulu menggunakan klaras (daun pisang kering), kini menggunakan bungkus plastik.

Hal itu dilakukan secara turun-temurun. Seperti yang dilakukan salah satu perajin jipang kacang, Slamet Tunggal (45). Dia meniru seperti yang diajarkan orang tuanya, Tumirah. Begitu seterusnya.

Sejak dikelola Slamet, jipang kacang yang diproduksinya itu menggunakan bungkus plastik. Menurut Slamet, menggunakan plastik lebih praktis ketimbang klaras. Terlebih, daun pohon pisang kering itu sulit didapatkan. Hal yang sama juga dialami perajin tempe di Kebumen.

Makanan berprotein tersebut awalnya dibungkus daun pisang. Namun saat ini sangat jarang. Sebagian besar perajin tempe, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan sekalipun, sudah beralih dengan bungkus plastik.

Padahal, menurut penuturan sejumlah pakar, bungkus daun lebih sehat dari pada plastik yang mengandung bahan kimia. Untuk membungkus jipang kacang dengan dilem. Caranya dibakar pada ujung plastiknya, menggunakan lampu minyak tanah.

Bahan membuat jipang kacang yakni, gula merah, dan minyak sayur. Kacang terlebih dahulu disangan (dimasak) menggunakan pasir. Setelah itu dikupas kulitnya. Proses masak selanjutnya dicampur dengan gula merah dan minyak sayur. Setelah itu, diaduk-aduk hingga merata.

120 Pak

Setelah itu dicetak dan diiris-iris sesuai ukuran yang diinginkan. untuk ukuran sedang 6 cm x 3 cm. Sekali masak diperlukan 9 kg, 3 kg gula merah dan 4 sendok makan minyak sayur. Bahan tersebut menghasilkan 120 pak yang berisi 10 biji.

Untuk harganya bervariasi, tergantung ukurannya. ukuran kecil Rp 2.000, sedang Rp 2.500, dan besar Rp 5.500. Untuk membeli bahan-bahannya, satu kilogram kacang seharga Rp 19 ribu, gula merah Rp 10 ribu, dan minyak sayur satu kilogram Rp 16 ribu.

Sehari mencapai 10 kali masak. Tenaga paling banyak pada proses pembungkusan. Slamet mengerahkan enam pekerja. Dia hanya memenuhi pasar lokal. Orang yang mengenal jipang kacang karena produksinya sudah berlangsung sejak lama.

"Jipang kacang terkenal bukan karena luasnya pangsa pasar, tetapi karena telah diproduksi sejak nenek moyang," jelasnya.

Selain dirinya juga terdapat perajin jipang kacang lainnya yakni Diyono (35) yang juga adiknya. Jipang kacang berbeda dari enting-enting yang banyak gulanya. Selain di Panjer juga terdapat di Desa Surobayan, Kecamatan Kutowinangun, Perajin bernama Misroil (54). Selain memproduksi jipang kacang, usaha home industry yang digeluti bertahun-tahun itu juga memproduksi jenang ketan.

Prospek usaha tersebut selama ini stabil. Pesanan ramai pada Idul Fitri serta hari besar seperti tahun baru. Pangsa pasarnya, selain berada di wilayah Kebumen, juga sudah merambah ke daerah sekitar, seperti Purworejo, Cilacap, Wonosobo, dan Banyumas.

Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Kebumen, Azam Fatoni SH MSi seperti dikatakan Kabid Perdagangan Sutji Rahayu, Pemkab ikut mengembangkan jipang kacang dengan menggelar pelatihan serta mengikutkan mereka dalam pameran. "Kami mendorong agar usaha tersebut berkembang," katanya. (AW)

6. NASI PENGGEL



jenis kuliner khas dari kebumen yang sudah jarang ditemui. Nasi penggel merupakan jenis makanan berupa nasi sayur. Yaitu, nasi putih dibentuk seperti bola “bulet” yang sudah dikepal-kepal disajikan dengan lodeh gori (nangka muda) dengan kikil sebagai pelengkapnya. Yang membuat cita rasanya tetap terasa adalah bentuk penyajiannya yang masih menggunakan daun pisang. Manis dan gurih.

7. SOTO KORED PETANAHAN



Bagi sebagian besar orang, mendengar kata Petanahan pasti banyak yang terlintas wisata pantainya. Ya, Petanahan merupakan sebuah wisata pantai yang ada di kabupaten Kebumen. Pantainya terletak di kecamatan Petanahan oleh karena itu disebut dengan pantai petanahan. Dari sanalah ada satu penganan unik yang hanya ada di kebumen citarasanya. Soto kored petanahan. Seperti soto-soto pada umumnya, bihun, tauge, suwiran daging ayam dapat ditemukan dalam semangkuk soto kored. Akan tetapi, beberapa yang mungkin hanya ada di soto kored yaitu jenis kuahnya. Campuran daging ayam dan tauge di sajikan dengan kuah kacang tanah dengan bumbu khas yang hanya ada di soto kored. Selain itu tulang kremes yang turut memadati mangkuk “blewung”, jenis mangkuk zaman dulu, menjadi kekhasan dari soto Kored Petanahan ini. Tulang kremes merupakan tulang-tulang ayam yang digoreng hingga gosong sehingga menimbulkan aroma dan rasa yang unik. Awalnya usaha Pak Sutarman, pemilik asli dari soto kored, ini hanya berlokasi di tengah pasar petanahan, tetapi sekarang sudah dibuka cabang di sebelah barat POLANTAS Kebumen.

8. GOLAK / GEMBUS




Golak & Gembus(Enggeng) adalah jajanan khas dari Karanganyar, Kebumen, Gombong, Cilacap, Banyumas dan sekitar. Biasanya jajanan ini dijual manakala ada pertunjukan rakyat seperti ada yang nanggap Kuda Lumping dan Wayang. Dengan demikian, memang susah mencari jajanan ini pada hari-hari biasa.

9. SALE PISANG


Sale pisang adalah makanan hasil olahan dari buah pisang yang disisir tipis kemudian dijemur. Tujuan penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air buah pisang sehingga pisang sale lebih tahan lama. Pisang sale ini bisa langsung dimakan atau digoreng dengan tepung terlebih dahulu. selain itu, saat ini sale pisang mempunyai berbagai macam rasa seperti rasa keju. Saat ini, produksi pisang sale sudah menembus pasar internasional.
Sale pisang merupakan produk pisang yang dibuat dengan proses pengeringan dan pengasapan. Sale dikenal mempunyai rasa dan aroma yang khas.
Sifat-sifat penting yang sangat menentukan mutu sale pisang adalah warna, rasa, bau, kekenyalan, dan ketahanan simpannya. Sifat tersebut banyak dipengaruhi oleh cara pengolahan, pengepakan, serta penyimpanan produknya. Sale yang dibuat selama ini sering kali mutunya kurang baik terutama bila dibuat pada waktu musim hujan. Bila dibuat pada musim hujan perlu dikeringkan dengan pengeringan buatan (dengan sistem tungju).
Ada 3 (tiga) cara pembuatan sale pisang, yaitu :

Cara tradisional dengan menggunakan asap kayu;
Cara pengasapan dengan menggunakan asap belerang;
Cara basah dengan menggunakan natrium bisulfit. Proses pengasapan dengan menggunakan belerang berguna untuk :

Memucatkan pisang supaya diperoleh warna yang dikehendaki;
Mematikan mikroba (jamur, bakteri);
Mencegah perubahan warna


Sudahkah anda mencicipi atau membeli makhanan dari kota lawet yang berslogan KEBUMEN BERIMAN tersebut? ?.

 

Tips dan Cara Mempercepat Kinerja Samsung Galaxy S4

Mempercepat Kinerja Galaxy S4

Anda termasuk salah satu pengguna Samsung Galaxy S4? Jangan dulu berganti menjadi pengguna Samsung Galaxy S5 setelah Anda merasakan kinerja smartphone kesayangan Anda terasa lebih lambat dibandungkan dengan seri terbaru yang sekarang sudah mulai memasuki pasaran. Cobalah untuk melakukan beberapa Tips Untuk Mempercepat Kinerja Samsung Galaxy S4 terlebih dahulu.

Tips Mempercepat Kinerja Samsung Galaxy S4
Pada umumnya, kinerja yang terasa lambat pada sebuah perangkat diakibatkan pengaturan secara default pada perangkat terus kita gunakan. Padahal, settingan atau pengaturan tersebut terkadang hanya sedikit sekali fungsinya pada perangkat gadget kita.

Salah satu fungsi yang hanya sebagai pemanis pada perangkat adalah fungsi animasi. Oleh karena itu, salah satu Tips Mempercepat Kinerja Samsung Galaxy S4 adalah dengan mematikan animasi yang muncul di bagian depan atau layar Samsung Galaxy S4 Anda.

Cara Mempercepat Kinerja Samsung Galaxy S4
Selain mematikan fungsi animasi, Cara Mempercepat Kinerja Samsung Galaxy S4 bisa juga dilakukan dengan mengaktifkan menu tersembunyi di Developer Options. Caranya, Anda hanya perlu mengakses Setting » About Device » Build Number. Setelah sampai di Build Number, Anda hanya perlu melakukan tapping sampai pada layar menunjukkan notifikasi, "Developer mode has been enabled."

Setelah menu tersebut terbuka atau aktif, maka langkah lanjutan untuk Mempercepat Kinerja Samsung Galaxy S4 dapat dilakukan.

Kembali ke Setting » Developer Options
Akses Drawing section
Mengakses satu persatu mulai dari the Window Animation Scale, Transition Animation Scale dan Animator Duration Scale.
Mengatur skala dari keempatnya.

Setelah skala dari Window Animation Scale, Transition Animation Scale dan Animator Duration Scale telah disesuaikan dengan sempurna, tentunya akan ada perbedaan yang mencolok yaitu perangkat Samsung Galaxy S4 akan memiliki performa dan kinerja lebih cepat dari sebelumnya.

Inilah sedikit Info Teknologi Gadget Terbaru tentang Tips dan Cara Mempercepat Kinerja Samsung Galaxy S4 ini, yang merupakan persembahan Android Guys, seperti yang dikutip dari Merdeka.com. Baca juga Tips dan Trik Gadget sebelumnya tentang Tips dan Cara Membeli Power Bank Yang Bagus. Semoga bisa bermanfaat bagi semua pengguna gadget sekalian... - See more at: http://idgadgeter.blogspot.com/2014/03/tips-dan-cara-mempercepat-kinerja-samsung-galaxy-s4.html#sthash.ihoDwh5T.dpuf
 

40 hari keajaiban setelah tahajud


Baru saja selesai menonton chating dengan YM (Yusuf Mansyur), tentang 40 hari setelah riyadhoh rutin shalat tahajud. Banyak sekali keajaiban yang terjadi setelah mempraktekannya.

Allah swt Berfirman


Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS Al Isra' 79)



Firman Allah ini merupakan salah satu dasar disyariatkannya shalat tahajud. Shalat tahajud sangat dianjurkan dalam Islam. Bahkan shalat tahajud menduduki posisi kedua setelah shalah wajib. Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW: ''Shalat yang manakah yang paling utama setelah shalat wajib? Rasulullah SAW menjawab, shalat tahajud.'' (HR Muslim).


Keajaiban apa yang terjadi setelah shalat tahajud? Seperti yang dituturkan oleh beberapa narasumber diantaranya sbb
8 tahun belum mempunyai keturunan/anak, setelah rutin tahajud kira-kira satu bulan kemudian istrinya mengandung anak pertama
Mendapat mobil setelah rutin tahajud 40 hari
Mempunyai kontrakan 12 pintu, padahal dalam tahajudnya hanya meminta diberikan kontrakan 1 pintu, namun justru Allah kasih 12 pintu sekaligus menjadi miliknya
Tahajud 40 hari, tambah dhuha 4 rakaat rutin plus zikir dan wirid penarik rezeki. Setahun sebelumnya sering hutang saat ini sudah mampu membeli rumah, membangun ruko, mempunyai bebetapa usaha, beberapa kendaraan, tabungan yang cukup banyak dll.
DLL

Itulah keajaiban shalat tahajud. Bagi anda yang menginginkan/mendoakan apapun berkaitan dengan masalah/problem hidup anda silahkan dibuktikan keajaiban 40 hari setelah tahajud. Mungkin anda menginginkan rumah, usaha yang besar, anak, kesembuhan, properti dan lain sebagainya maka riyadhoh tahajud 40 hari layak anda buktikan keajaibannya.

Namun satu hal yang wajib anda pahami. Tahajud yang kita lakukan harus mampu membangkitkan keyakinan. Indikasi hal tersebut adalah ia mampu menggerakkan jiwa dan raga untuk bekerja dan berusaha jauh lebih maksimal yang dibalut dengan gelombang keikhlasan dan tawakal. Insya Allah apapun permintaan anda akan terkabul. Amin



Sebelum bahasan ini kami akhiri, bacalah syair lagu Sunan Kalijaga Mengenai keutamaan Shalat tahajud. Ini adalah pendapat sunan Kali Jaga, walaupun saya belum menemukan dalilnya namun boleh di coba. Saya kira tidak ada salahnya.



Sing sapa reke bisa nglakoni,
Lan tangi wektu subuh,
Patang puluh dina wae
Lan den sabar sakuring ati
Ing sa-Allah tinekan,
Sakarsanireku,

Barangsiapa bisa menjalani
Empat puluh hari saja,
Dan bangun waktu subuh, (Tahajud) Dan sabar berhati sukur,
Kepada Tuhan terlaksanalah
Sekehendakmu,
N/B: DOWNLOAD GRATIS

Disini anda akan mendapatkan beberapa buah produk yang bisa anda download setelah anda menuliskan nama dan alamat email. Produk tersebut adalah


Sejarah Rahasia Sukses kami
Langkah awal menerapkan kunci sukses
Berbagai pertanyaan dari sobat lainnya yang membutuhkan solusi
Kisah nyata/ testimonial yang menakjubkan Tidak ketinggalan juga anda akan mendapatkan informasi tentang ilmu dan hikmah kehidupan yang pasti bermanfaat. Jika sudah memahami substansi dari hikmah tersebut maka keinginan/ doa kita akan mudah menjadi nyata/ terkabulkan. Apakah itu kebahagiaan, kemuliaan, kemakmuran, kekayaan, cinta dan yang lainnya.

Informasi rahasia ini kami kirimkan kepada sobat via email secara berkala. Berapa lama kami sedikit memahami hikmah hidup tersebut? Lebih dari 20 tahun. Sobat akan belajar dan mendapatkan semuanya..

Ada juga panduan lain tentang yang saya dapatkan dari berbagai sumber diantaranya

Bagaimana melunasi hutang segunung
3 Orang Kaya dan Rahasia Mereka
Dan hikmah besar lainnya
 

Sejarah Asal Usul Dialek Ngapak



Serayu Tempo Dulu
Aja kaya kuwe, enyong, maning, kepriwe, kencot, dll adalah sebagian kosakata unik dialek Ngapak. Sebagai orang Cilacap, saya penasaran dengan asal-usul bahasa ngapak sebagai bahasa “ibu”. Kalau Anda belum tahu dialek Ngapak, dengarlah cara bicara Parto Patrio atau Cici Tegal. Dialek Ngapak ini mempunyai ciri khas dengan akhiran kata “a” tetap dibaca “a” bukan “o” , Contohnya: Sapa (Ind: Siapa) tetap dibaca Sapa. Selain itu akhiran kata “k” dilafalkan “k’’ yang mantap. Dialek Ngapak ini meliputi wilayah setengah provinsi Jawa Tengah (Cilacap, Tegal, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Banjarnegara, sebagian Wonosobo, Pemalang, sebagian Pekalongan), Cirebon, Indramayu, sebagian daerah Banten (Utara). Karena penasaran, saya mencoba menghimpun semua tulisan yang berkaitan dengan bahasa Ngapak dari berbagai sumber (internet). Semua tulisan ini bukan bermaksud untuk membanggakan diri sebagai orang Jawa atau Ngapak tetapi sebagai sikap menghargai warisan budaya leluhur. Berdasarkan sumber berbagai tulisan di internet, kesimpulan mengenai bahasa Ngapak antara lain:

Dialek Ngapak ini berhubungan dengan asal-usul orang Banyumas yang berasal dari Kutai yang kemudian mendirikan Kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh ini berdiri sebelum kerajaan Mataram Kuna. Menurut sejarah, Kerajaan Galuh adalah wilayah merdeka. Oleh sebab itu, saat itu wilayah Galuh disebut sebagai mancanegara oleh orang-orang Kerajaan Mataram. Kemungkinan karena inilah dialek Ngapak bebas dari pengaruh dialek “Mbandhek” / Jawa Wetanan.
Dialek Ngapak ini diindikasikan sebagai bahasa Jawa yang masih terdapat unsur Bahasa Sansekerta. “Bhineka Tunggal Ika” merupakan salah satu contoh bahasa Sansekerta dengan akhiran tetap dibaca “a” sebagaimana dialek Ngapak.
Dialek Ngapak merupakan identitas kebudayaan suatu daerah yang bebas dari budaya feodalisme dan budaya asli yang bebas dari pengaruh rekayasa politik (Kerajaan). Hal ini dapat dilihat dari karakter khas orang Banyumas yang egaliter dan blakasuta (blak-blakan).



Berikut ini adalah detail penjelasan mengenai bahasa Ngapak.


Asal Usul Bahasa Ngapak



Masjid Agung Purwokerto Tempo Dulu
Asal usul dialek Ngapak tidak terlepas dari sejarah asal usul orang Banyumas. Setelah ditelusuri lewat Wikipedia, nenek moyang orang Banyumas berasal dari Kutai, Kalimantan Timur pada masa pra-Hindu. Berdasarkan catatan Van Der Muelen, pada abad ke-3 sebelum Masehi pendatang tersebut mendaratdi Cirebon kemudian masuk ke pedalaman. Sebagian menetap di Gunung Cermai dan sebagian lagi menetap di sekitar lereng Gunung Slamet serta lembah sungai Serayu. Pendatang yang menetap di gunung Cermai selanjutnya mengembangkan peradaban Sunda. Sedangkan pendatang yang menetap di sekitar gunung Slamet kemudian mendirikan kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh Purba diyakini sebagai kerajaan pertaman di Pulau Jawa dan keturunannya menjadi penguasa-penguasa di kerajaan Jawa selanjutnya.
Kerajaan Galuh Purba berdiri pada abad ke-1 Masehi di Gunung Slamet dan berkembang pada abad ke-6 Masehi dengan kerajaan-kerajaan kecil diantaranya:


Kerajaan Galuh Rahyang lokasi di Brebes, ibukota di Medang Pangramesan.
Kerajaan Galuh Kalangon lokasi di Roban, ibukota di Medang Pangramesan.
Kerajaan Galuh Lalean lokasi di Cilacap, ibukota di Medang Kamulan.
Kerajaan Galuh Tanduran lokasi di Pananjung, ibukota di Bagolo.
Kerajaan Galuh Kumara lokasi di Tegal, ibukota di bagolo.
Kerajaan Pataka, lokasi di Nanggalacah, ibukota di Pataka.
Kerajaan Galuh Imbanagara lokasi di Barunay (Pabuaran), ibukota di Imbanagara.
Kerajaan Galuh Kalingga lokasi di Bojong, ibukota di Karangkamulyan.


Kerajaan Galuh Purba mempunyai wilayah kekuasaan yang lumayan luas, mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kedu, Kebumen, Kulonprogo, dan Purwodadi.


Berdasarkan prasasti Bogor, karena pamor kerajaan Galuh Purba menurun (kalah pamor dynasti Syailendra di Jawa Tengah yang mulai berkembang) kemudian ibukota kerajaan Galuh Purba pindah ke Kawali (dekat Garut) kemudian disebut Kerajaan Galuh Kawali.


Pada masa Purnawarman menjadi Raja Tarumanegara, kerajaan Galuh Kawali menjadi kerajaan bawahan Tarumanegara. Pada saat Tarumanegara diperintah oleh Raja Candrawarman, kerajaan Galuh Kawali kembali mendapatkan kekuasaannya kembali. Pada masa Tarumanegara diperintah oleh Raja Tarusbawa, Wretikandayun (raja Galuh Kawali) memisahkan diri (merdeka) dari Tarumanegara dan mendapat dukungan dari Kerajaan Kalingga, kemudian menjadi Kerajaan Galuh dengan pusat pemerintahan Banjar Pataruman. Kerajaan Galuh ini yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pajajaran di Jawa barat.
Meskipun dalam perkembangannya Kerajaan Galuh Purba berkembang menjadi Kerajaan besar yaitu Kalingga di Jawa Tengah dan Galuh di Jawa Barat, hubungan keturunan Galuh Purba tetap terjalin dengan baik dan terjadi perkawinan antar Kerajaan sehingga muncul Dinasti Sanjaya yang kemudian mempunyai keturunan raja-raja di Jawa.


Berdasarkan kajian bahasa yang dilakukan oleh E. M Uhlenbeck, 1964, dalam bukunya: “A Critical Survey of Studies on the Language of Java and Madura”, The Hague: Martinus Nijhoff, bahasa yang digunakan oleh “keturunan Galuh Purba” masuk ke dalam Rumpun Basa Jawa Bagian Kulon yang meliputi: Sub Dialek Banten Lor, Sub Dialek Cirebon/Idramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyuma, Sub Dialek Bumiayu. Dialek inilah yang biasa disebut dengan Bahasa Jawa Ngapak.
(Sumber: Babad Banyumas diterjemahkan oleh http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa_Banyumasan)
Keterkaitan Banyumas dengan Kesultanan Mataram Islam (Surakarta)



Bupati Cilacap Pertama (Foto tahun 1863)
Pada masa Kesultanan Demak (Pra-Mataram Islam), sebagian besar wilayah Banyumas termasuk dalam kekuasaan Pajang. Pada awalnya pusat pemerintahan Banyumas berada di Wirasaba (Purbalingga). Kemudian menjelang berakhirnya kejayaan kerajaan Pajang dan mulai berdirinya kerajaan Mataram (1587), Adipati Wargo Utomo II menyerahkan kekuasaan Kadipaten Wirasaba ke saudara-saudaranya, sementara beliau sendiri memilih membentuk Kadipaten baru dengan nama Kadipaten Banyumas dan beliau menjadi Adipati pertama dengan Adipati Mrapat.


Seiring dengan berkembangnya Kerajaan Mataram, Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumasan pun tunduk pada kekuasaan Mataram (Yogyakarta/Surakarta). Namun, wilayah Banyumas tidak secara otomatis memasukkan wilayah Banyumas ke dalam “lingkar dalam” kekuasaan Mataram sehingga Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumas tersebut masih memliki otonomi dan penduduk Mataram (Yogyakarta/Surakarta) menyebut wilayah Banyumas sebagai wilayah Mancanegara Kulon. Wilayahnya meliputi Bagelen (Purworejo) sampai dengan Majenang (Cilacap). Hingga pada tanggal 22 Juni 1830 wilayah Banyumas dijajah Belanda, sekaligus akhir kekuasaan Mataram atas Banyumas. Selanjutnya para Adipati di wilayah Banyumas pun tidak tunduk lagi pada Raja Mataram tetapi dipilih oleh Gubernur Jenderal Belanda. (Sumber: http://maskurmambangr.wordpress.com/asal-mula-wong-banyumas/)
Bahasa Ngapak Representasi Budaya Egaliter



Bagong, simbol Banyumas
Menurut sejarah, perkembangan bahasa Jawa menjadi berbagai tingkatan (Ngoko, Kromo, dan Kromo Inggil) merupakan produk budaya yang dipengaruhi oleh situasi/kondisi politik pada masa itu (Mataram). Kemungkinan karena posisi Banyumas diantara Sunda dan Mataram menjadikan bahasa Banyumas lebih netral/bebas dari pengaruh Mataram. Menurut Ahmad Tohari (Budayawan Banyumas), secara historis bahasa Jawa Banyumasan merupakan turun lurus (vertikal) dari bahasa Jawa Tengahan/Kawi. Sedangkan bahasa Jawa Anyar logat Yogyakarta dan Surakarta merupakan turun menyamping (horisontal).


Keegaliteran ini dapat dilihat dari karakter orang Banyumas yang Blakasuta (blak-blakan) yaitu apa adanya, tanpa basa-basi. Menurut, Priyadi (2000) budaya masyarakat Banyumas yang tercermin dalam bahasa Jawa Dialek Banyumasan adalah budaya tanggung atau marginal. Artinya dalam mengadopsi budaya Jawa dan Sunda sama-sama dangkal. Oleh karena itu, masyarakat Banyumas tidak lagi mempedulikan status sosial di masyarakat (ningrat/priyayi). Manusia Banyumas lebih suka menggalang sikap kesetaraan yang bersifat universal. Etika di masyarakat Banyumas dibangun atas dasar etika kemanusiaan yang dapat memunculkan kekuatan solidaritas Banyumas yang membedakan antara Jawa-Banyumas dan Jawa lainnya. Keegaliteran manusia Banyumas melahirkan prinsip kerukunan dijunjung tinggi dengan filosofisnya yakni ungkapan tenimbang pager wesi, mendhingan pager tai sehingga melahirkan prinsip aman dan tenteram. Hidup bertetangga berarti saling menjaga rasa aman dalam kehidupan kolektif. Sikap egaliter itu akan menjauhkan setiap individu dari sikap feodalisme yang menempatkan kedudukan, pangkat, dan harta sebagai kiblat hubungan sosial. Oleh karena itu, ungkapan orang desa seperti ngisor galeng, dhuwur galeng dijunjung tinggi. Masyarakat Banyumas mempunyai keyakinan bahwa semua makhluk hidup di mata Tuhan memiliki kedudukan yang sama. Namun, di lain sisi, etika kesetaraan juga telah membentuk masyarakat Banyumas yang menonjolkan sikap-sikap suka bercanda, berbicara tanpa memandang siapa yang diajak bicara, dimana berbicara, kapan berbicara. Priyadi (2000:12) menyebut dengan istilah berbicara secara penjorangan, semblothongan, atau glewehan yang berlebihan sehongga batas etika diabaikan demi suatu keakraban dengan orang lain sesama orang Banyumas. Oleh sebab itu, sering kita jumpai hubungan Banyumas antara orang yang lebih tua dengan yang lebih muda seperti hubungan pertemanan yang jarang dijumpai di daerah Jawa Wetan. (Sumber: http://baturraden.info/item/bahasa-banyumasan.html dan http://www.ki-demang.com/kbj5/index.php?option=com_content&view=article&id=1276&Itemid=1086)

Bahasa Ngapak dianggap Lucu atau Bahasa Rendahan Karakter orang Banyumas yang egaliter merupakan sisi positif sehingga jarang kita temui orang Banyumas yang merendahkan/mengolok-olok bahasa atau dialek orang lain. Mungkin justru sebaliknya karena sikap feodalisme sebagian orang Jawa menganggap dialek bahasa Jawa Ngapak sebagai bahasa yang lucu dan rendahan. Ada pandangan stereotip yang menganggap sebagian besar generasi muda Banyumas merasa inferior (rendah diri) ketika menggunakan bahasa Ngapak. Hal ini bisa dilihat bagaimana bahasa yang digunakan oleh orang Banyumas saat berinteraksi dengan orang Jawa Wetan. Kalau tidak menyesuaikan diri dengan membandhekan ke-ngapakannya dipastikan menggunakan bahasa Indonesia dalam berinteraksi dengan orang yang berbahasa Jawa Wetan. Menurut saya, ini bukanlah suatu hal yang negatif tetapi sebagai bentuk adaptasi orang Banyumas dengan orang dialek bahasa lain. Oleh sebab itu, sering saya temui orang Banyumas di Jakarta menggunakan dialek Betawi, orang Banyumas di Yogyakarta menggunakan dialek Mbandhek, dan ketika bertemu dengan orang sesama Banyumas kembali menggunakan bahasa dialek Ngapaknya. Justru suatu hal yang buruk jika sesama orang Banyumas berdialog dengan tidak menggunakan dialek Ngapaknya. Oleh sebab itu, saya menyarankan kepada generasi muda Banyumas untuk melestarikan dialek Ngapak dengan menggunakan dialek Ngapaknya saat ngobrol dengan sesama orang Banyumas. Selain itu, kepada sebagian orang yang menganggap dialek Ngapak sebagai bahasa Lucu atau Rendahan mari kita saling menghargai kebudayaan orang lain. (Sumber: http://kem.ami.or.id/2011/08/mempertahankan-bhineka-di-depan-tunggal-ika/).
 

Kamus Bahasa Ngapak/Kamus Banyumasan

 

Buat Orang orang Banyumas, Purbalingga, Tegal,Banjarnegara, Cilacap dan Kebumen, ini ada kamus yang keren dan kumplit,
Kamus Besar Bahasa Indonesia-Ngapak (Banyumas) bisa buka (disini)

Salam Ngapak
#Ora Ngapak Ora Kepenak

 

Mitos Jayabaya, Gunung Slamet Meletus Pulau Jawa Terbelah?


Merdeka.com - Gunung Slamet beberapa minggu ini terus menunjukkan aktivitas vulkaniknya. Semburan lava pijar dan hujan abu selalu menyelimuti puncak gunung yang berada di lima kabupaten, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Pemalang dan Tegal ini.

Kamis siang kemarin, letusan lava pijar Gunung Slamet mengarah ke barat dan barat daya Gunung Slamet. Arah tersebut ke wilayah Brebes dan Tegal, Jawa Tengah.

Koordinator SAR Daerah Jateng Bakorwil III Banyumas-Pekalongan, Rudi Setiawan, mengemukakan dari pantauan visual, lontaran tertinggi dan memanjang radius biasanya hanya satu kilometer.

"Sekarang sudah dua kilometer lebih. Untuk tanggal 10 saja semburan sampai 80 kali dan lontaran batu pijar 50 kali," katanya Kamis, (11/9).

Seperti halnya gunung-gunung lain, Gunung Slamet juga memiliki mitos yang menyebar dari mulut ke mulut warga di lereng sekitarnya. Salah satu mitos yang akrab di warga lereng Slamet yakni terbelahnya pulau Jawa jika gunung yang memiliki ketinggian 3.428 itu meletus besar.

Mitos ini banyak diyakini warga lantaran letak Gunung Slamet yang memang nyaris berada di tengah-tengah antara pantai utara dan selatan. Gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa ini juga letaknya berada di tengah-tengah pulau Jawa.

Menurut cerita, jika Gunung Slamet meletus besar maka akan membuat parit besar atau selat yang menyatukan laut selatan dan utara. Cerita ini sudah lama berkembang di warga Banyumas dan sekitarnya.

"Jare wong tua, nek Slamet jeblug gede bisa mbelah pulau Jawa. Soale kan memang secara geografis pas di tengah-tengah laut pantai selatan dan utara (Kata orangtua, kalau Slamet meletus besar bisa membelah pulau Jawa)," ujar Marko, warga Bobosan, Banyumas, Jawa tengah dalam sebuah perbincangan dengan merdeka.com, Kamis (11/9).

Mitos ini kemudian dihubung-hubungan dengan ramalan Ki Jayabaya yang menyebut suatu saat Pulau Jawa akan terbelah dua. Entah ramalan atau mitos warga yang lebih dulu, namun kedua hal itu seolah menjadi tali temali satu sama lain. Bahwa pulau Jawa akan terbelah dua dan Gunung Slamet adalah sumbunya.

Mitos tersebut jika dihubungkan dengan Gunung Krakatau seolah bukan hal mustahil. Gunung Krakatau yang terletak di selat Sunda pada tanggal 27 Agustus 1883 silam meletus dahsyat. Akibat letusan tersebut, tercipta awan panas dan gelombang tsunami yang menyebabkan sekitar 36.000 jiwa tewas.

Konon suara letusan yang ditimbulkan dari Krakatau itu terdengar sampai di Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika. Para ahli menyebut daya Krakatau mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.

Para peneliti juga menyebut jauh sebelum letusan tahun 1883, Krakatau pernah meletus hebat dan membuat Pulau Jawa dan Sumatera terpisah. Lalu bagaimana dengan Gunung Slamet?

"Warga kita semua tentu berharap Slamet tetap sedia kala, adem ayem, tidak meletus besar seperti kata-kata orangtua dulu. Slamet itu artinya selamat dan menyelamatkan," harap Warko.

Pemberian nama Slamet sendiri diyakini mengandung doa dan harapan. Gunung Slamet diharapkan tetap membuat warga yang tinggal di lerengnya tetap selamat dan jauh dari mara bahaya.

"Ya pokokmen Gunung Slamet itu sesuai namanya, yang artinya selamat. Semoga cuma batuk-batuk saja, tidak sampai meletus besar. Kita sama-sama berdoa dan tetap waspada. Tiap malam kini ronda terus, dan selalu memantau perkembangan dari HT. Sama-sama berdoa mawon," harap Warko yang juga tokoh pemuda ini.
 

Makam Para Sesepuh Kebumen


mbah-lancing
Kebumen Kews_ Sesepuh Kebumen yang menjadi cikal bakal adanya Kebumen dan kini telah meninggal ternyata banyak dan tersebar di berbagai belahan kota Kebumen. Kebanyakan sesepuh itu belum diungkap dalam sejarah dan belum di ketahui oleh para pejabat maupun masayrkat. Ungkap saja misalnya makam-makam para Adipati dan Senopati Agung dari kerajaan Mataram yang selama ini belum diketahui khalayak umum

Di Desa Klapasawit Dukuh Joho RT 03/02, Buluspesantren Kebumen terdapat makam bangsawan. Nama-nama yang tercantum adalah : 1. Mbah Patra Leksana/R. Mas Ngabei Surantika/Mbah Soleh/R. Joko Purna, 2. Wangsa Dipa/Kyai Sawunggalih/Syeh Abdurrahman, 3. Mbah Soka Pura/Kyai Patah/Kyai Selo/Kyai Soka Leksana/Raden Jaka Umbaran, 4. Mbah Singayuda/Kyai Mataram/R. Sancang Yuda/ R. Setro Jenar, 5. Mbah Suliwarni/R. Mas Kalinyamat/ R. Soka Nata.

Desa Sidomukti Ambal (Dukuh Daratan) terdapat makam Syeh Abdul Qodir Ad-Daratan, Syeh Bledug Jagung, Syeh Abdul Qodir An-Daratany, Daratan Sidomukti Ambal, Syeh Bledug Jagung, Daratan Sidomukti Ambal, Mbah Kyai Sodri, Daratan Sidomukti Ambal, Eyang Doro Bei, Kradenan Ambal

Ke arah barat dari Kebumen terdapat makam wilayah Kebumen Barat : 1. Panembahan Agung Kajoran, Kajoran, Karanggayam, 2. Panembahan Eyang Sepuh Purnomo Sidik, Candi, Karanganyar, 3. Panembahan Duryudana, Sempor, 4. Panembahan Eyang Tumenggung Singa Taruna, Tresnorejo, Petanahan, 5. Panembahan Eyang Tumenggung Singa Ndanu, Puring, 6. Panembahan Eyang Tumenggung Carangnolo, Puring, 7. Panembahan Eyang Tumenggung Wono Salam, Sekarteja, Adimulyo, 8. Panembahan Eyang Dipawetjana, Sidomulyo, Adimulyo, 9. Panembahan Eyang Sepuh Joko Puring, Puring, 10. Syaikh Abbas, Dorowati, Klirong, 11. Syaikh Pandan Arum, Karangreja, Petanahan, 12. Panembahan Kalang Kadirja, Braja, Karangduwur, Petanahan, Makam mBah Agung di Ds. Kajoran , Karanggayam.

Di pusat kota Kebumen juga terdapat makam sesepuh yaitu 1. Syech Bagus ‘Ali (Panggel, Panjer, Kebumen), 2. Syech Sirnoboyo (Kuwarisan, Panjer, Kebumen), 3. Syech Gesing (Gesing, Adikarso, Kebumen), Syekh Ibrahim Asmorokondi Kuwarisan Panjer Kebumen. Makan R. Joko Murtani makamnya di Gunung Tumpeng.

Cikal bakal Kebumen sebenarnya berada di Kutowinangun, di Kebejen terdapat makam Aroem Binang I, (Joko Sangkrib), yang memiliki isteri di Bulupitu Desa Tunjungseto Kutowinangun. Bulupitu sampai saat ini lestari menjadi peziarahan. Sebenarnya Bulupitu bukanlah makam, tapi petilasan, tempat bertapa Joko Sangkrib. Konon setelah semedi tujuh puluh dua (72) hari, ia diberi senjata cemeti oleh Dewi Nawangwulan, dengan bekal itu Joko Sangkrib mengabdi ke Kraton Mataram. Putra Demang Kutowinangun itu menjadi sakti dan karena prestasinya ia diberi jabatan menjadi Adipati Kebumen sebagai Arungbinang I.

Ada juga yang mengisahkan, Dewi Nawangwulan itu “kekasih gelap” Joko Sangkrib menurut lakon-lakon di ketoprak. Setiap peziarah di Bulupitu saat ini ada juru kunci yang mengawal prosesi ziarah. Konon Juru Kunci Bulupitu sering menanyai peziarah; ingin naik jabatan atau ingin punya istri lagi? Nah, jika Anda ke Bulupitu mungkin ada baiknya menjawab pertanyaan itu dulu.

Dekat dengan Bulupitu ke arah timur ada desa Kalirancang Alian Kebumen terdapat makam keramat yang menjadi Cagar Budaya yaitu Cagar Budaya Sabdo Guno. Sebetulnya masih banyak makam-makam keramat di kebumen yang belum tergali proses kesejarahannya. Selayaknya makam-makam ini dapat menjadi [elajaran bagi orang Kebumen karena mereka berjuang penuh ikhlas mengembangkan Kebumen dahulu kala. (Bram diolah dari berbagai sumber)
http://kebumennews.com/183/
 

Benteng Van Der Wijck Gombong Warisan Fort Generaal Cochius

van der vijck gombong

Kebumen News – Benteng Van Der Wijck adalah bangunan benteng peninggalan kolonial Belanda. Benteng ini berada di wilayah Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Bangunan ini memiliki metamorfosa sejarah yang sangat disayangkan kurang diketahui oleh masyarakat Kebumen. Bahkan pada akhirnya terjadi kesalahan dalam penentuan kurun waktu benteng ini dibuat. Kini para wisatawan yang berkunjung di objek wisata ini terlanjur mempercayai bahwa benteng Van Der Wijck dibangun pada tahun 1818 seperti yang tertera pada berbagai sisi ruangan di dalam benteng “AKU DIBANGUN TAHUN 1818″. Dengan dilengkapinya data sejarah di Benteng ini akan lebih menambah daya tarik tersendiri sebagai pariwisata sejarah di Kebumen.

Sebagaimana ditulis kebumen2013.com Sebelum tahun 1844, Benteng Van der Wijck merupakan bangunan kantor Kongsi Dagang VOC di Gombong. Bangunan tersebut sama sekali bukan berupa benteng. Besarnya kekuatan Dipanegara yang berpusat di bagelen selatan (sekarang kabupaten Kebumen) pada tahun 1825 – 1830, mengakibatkan Belanda mendatangkan bala bantuan pasukan VOC dalam jumlah besar dari Batavia dan menempati kantor Kongsi Dagang VOC di Gombong. Tempat tersebut kemudian dijadikan pertahanan militer Belanda dalam melawan kekuatan Dipanegara di Bagelen Selatan hingga masa penyerangan besar – besaran Belanda serta pembumihangusan pendopo kota raja kabupaten Panjer yang menjadi pusat kekuatan terakhir (1832). Peristiwa tersebut merubah status kantor Kongsi Dagang Gombong menjadi markas pertahanan Belanda di Gombong. Meski demikian, bangunan tersebut belum diubah menjadi benteng.

Pada tahun 1844 dibangunlah sebuah benteng Pertahanan Belanda di bekas kantor kongsi dagang VOC di gombong. Bangunan ini bertujuan untuk pertahanan dalam rangka persiapan perang melawan Kesultanan Yogyakarta. benteng ini dibangun selama 4 tahun (selesai pada tahun 1848: sayang angka tahun di atas gerbang utama benteng yang dahulu disisi selatan telah hilang). Benteng ini kemudian diberi nama Fort Cochius/ Fort Generaal Cochius, diambil dari nama Letnan Jenderal Frans David Cochius, seorang komandan di Hindia Belanda yang memimpin pasukan Belanda di Gombong pada masa perang Dipanegara 1825 – 1830. Benteng ini dibangun oleh tentara corp. Zeni Belanda. Dari 1400 buruh yang bekerja dalam proyek tersebut, 1200 orang di antaranya berasal dari Kabupaten Bagelen, sedangkan sisanya berasal dari Kabupaten Banyumas. Para buruh yang diawasi oleh pengawas yang diambil dari daerah masing – masing. Para buruh dibayar 15 sen / hari, sedangkan Pengawas mendapat 1 florin / hari. Bahan baku bangunan seperti kalsit dan kayu berasal dari kabupaten sekitar Bagelen, sebagian besar dari Banyumas.

Benteng /Fort Cochius berbentuk segi delapan, dengan tinggi 10 meter dan luas permukaan 7.168 m2. Dindingnya memiliki ketebalan 1,4 m. Struktur ini terdiri dari dua lantai, lantai pertama memiliki empat pintu masuk dan 16 kamar besar, masing-masing berukuran 18 m x 6,5 m. Ada lagi 27 kamar dengan berbagai ukuran, 72 jendela, 63 menghubungkan dan keluar pintu, 8 tangga menuju ke lantai dua, dan 2 tangga darurat. Di lantai dua terdapat 70 pintu penghubung, 84 jendela, 16 kamar besar masing-masing berukuran 18 m x 6,5 m, 25 kamar kecil dan 4 tangga menuju ke atap, 2 dari 4 tangga tersebut tidak diperuntukkan untuk umum, dengan kondisi masih asli. Benteng ini memiliki atap piramida yang terbuat dari bata merah, dalam bentuk bukit-bukit kecil dengan 2 lubang ventilasi di atas. Atap berukuran 3 m x 3 m x 1,5 m. Ada dua jenis pintu: pintu utama dan pintu yang mengarah ke kamar. Pintu utama terdiri dari 4 buah masing-masing berukuran 3,25 m x 3 m sedangkan pintu kamar masing-masing berukuran 2,3 m x 2,1 m.

Pada tahun 1856 benteng/Fort Cochius berubah menjadi Pupillenschool (Sekolah Taruna Militer) untuk anak-anak Eropa yang lahir di Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Benteng/Fort Cochius berubah nama menjadi benteng/Fort Van der Wijck sebagai penghormatan kepada Van der Wijck atas jasanya kepada pemerintah Belanda dalam bidang kemiliteran di Hindia belanda. Kini benteng ini menjadi lokasi wisata yang di musim ramai dikunjungi oleh lebih dari 5000 pengunjung setiap hari. (Diolah dari berbagai sumber)
 

Pesawat Boeing 737-200 ‘Mendarat’ di Pantai Suwuk Kebumen


wisata alam kebumen
PURING

KEBUMEN. Menikmati keramaian lebaran di Pantai Suwuk Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen, pengunjung dikagetkan adanya pesawat Boing 737 yang ‘mendarat’ di obyek wisata pantai Suwuk, para wisatawan lokal mapun manca memanfaatkan momen ‘pendaratan’ Boing itu sebaik mungkin dengan berfoto-foto di samping dan depan pesawat. Sebagai ‘momentum’ langka (baca:baru) adaya pesawat yang mendarat di pantai Suwuk membuat pengunjung bebas untuk berada di dekat pesawat itu dan berfoto-foto ria.

Sebuah pesawat boing 737-200 yang biasanya terparkir di hanggar bandar udara kini terpampang di Pantai Suwuk. Masyarakat yang selama ini belum pernah menyaksikan pesawat dari dekat kini dapat menyaksikan langsung bahkan sebagai objek dan area permainan. Di bawah pesawat dibuat kolam yang rencananya untuk area bermain anak. Pesawat Boeing 737-200 seperti ini yang sedang terletak di obyek wisata pantai Suwuk, Puring kabupaten Kebumen berhasil mengejukan para pengujung di liburan lebaran tahun ini (2/8), karena tahun sebelumnya belum ada.

Keberadaan pesawat itu merupakan salah satu wahana baru yang ditawarkan di Obyek Wisata Pantai Suwuk. Selain wahana ini wisatawan dimanjakan juga dengan pemandangan alam yang indah, debur ombak pantai selatan yang dahsyat dan fenomena pegunungan karst, serta disediakan perahu untuk mengelilingi obyek wisata di seberang sungai Suwuk dan binatang-binatang langka.

Sbagai Wahana Dirgantara Suwuk memberikan hiburan dan pendidikan yang berhubungan dengan kedirgantaraan ujar salah satu petugas di pantai suwuk.By bram
 

Sejarah Kebumen Tak Tercatat, Perlu Kita Gali Kembali


sejarah kali lukulo kebumen
Kebumennews – Di Kebumen ternyata banyak tempat sejarah yang belum tercatat resmi secara komplit di Disparbud atau dinas terkait. Padahal jika tercatat dan terkumpul dokumen sejarah secara lengkap, hal itu merupakan kekuatan nilai budaya di Kebumen beriman ini. Banyak situs dan tempat peninggalan jaman Belanda dan cerita sejarah yang patut diketahui oleh anak cucu kita ini, tidak tersejarahkan. Padahal di sana tersimpan bukti bahwa kemerdekaan bangsa kita ini pada tahun 1945, dilakukan dengan ” darah dan nyawa”.

Seperti cerita masyarakat tentang lembah sungai Lukulo , pada masa penjajah Belanda, lokasi tempat ini adalah jembatan dukuh Penambangan (belakang pasar hewan lama) Kebumen. Sebelah timurnya terdapat kelurahan Tamanwinangun, sebelah baratnya dukuh Penambangana desa Kedawung, kecamatan Pejagoan. (foto: bagi. atas -Tamanwinangun, Kebumen- bag.Bawah desa Kedawung- Pejagoan).

Darah dan nyawa yang ditumpahkan pendahulu ini bukan setetes, tapi ribuan nyawa dan genangan darah. Ya, pengetahuan tentang simpanan ini belum banyak di ketahui oleh anak-anak jaman sekarang. Sejarah lama mengisahkan penderitaan moral dan kebodohan generasi kita yang menjadi bagian dari target penjajahan.

Enam puluh sembilan tahun lamanya setelah kemerdekaan ini diperoleh, tetapi kemerdekaan bukannya menjadikan kita negeri produksi seperti cita-cita pejuang, justeru kita miskin budaya. Buktinya mengapa mencari kerja susah, karena budaya nenek moyang kita yang pekerja keras telah mati, itulah sebabnya mengapa kita saat ini menjadi “kuli di negeri sendiri”. Sementara kita menjadi orang yang merugi ? padahal kita kaya.

Seperti halnya, cerita lama masyarakat pada waktu di Lembah sungai Lukulo , pada masa penjajah Belanda, lokasi tempat ini adalah Jembatan dukuh Penambangan (belakang pasar hewan lama) Kebumen sebelah timurnya Tamanwinangun, sebelah baratnya dukuh Penambangana desa Kedawung, kecamatan Pejagoan. (foto: bagi. atas -Tamanwinangun, Kebumen- bag.Bawah desa Kedawung- Pejagoan).

Sebelum 1945 ini, tempat ini mempunyai nilai sejarah, jembatan pada foto gambar ini adalah jalur rakit untuk menghubungkan dukuh penambangan, desa Kedawung dan Tamanwinangun, kecamatan Kebumen, kalau ditarik garis perdagangan pada jaman Belanda. Jalur ini menghubungkan jalur simpanglima Kebulusan ke kota pasar hewan lama yang kini pindah di pasar hewan Wonosari. Cerita lama (alm) mbah Masitu 60 th dahulu pada jaman Belanda, tempat pembunuhan massal ini awal “gethek (rakit /perahu dari bambu) menjadi alat transportasi.

Sungai Lukulo ini menjadi saksi bisu ratusan orang Indonesia yang dibunuh, digantung dan ditembak oleh tentara penjajah Belanda, Saking banyaknya orang mati, air sungai sampai berwarna merah darah. Pembunuhan massal hampir terjadi setiap hari”. Tutur Masitu. “Di Lembah sungai Lukulo ini, ada Tank Tempur (mobil; tank perang) yang terpendam. Di dalam tanah liat jembatan yang tertimbun yang dipekirakan berusia lebih dari 200 tahun” Sambungnya.

Kondisi jembatan penambangan sungai lukulo ini kini tidak dimanfaatkan warga menuju ke kota Kebumen. Informasi yang didapat, terlihat arsip foto yang merupakan lokasi “pembunuhan masal ” pada penjajah Belanda. Terlihat para pemuda dukuh Penambangan membangun jembatan bambu sungai lukulo dengan gotong royong.

Arsip foto ini menggambarkan para pemuda dukuh Penambangan tengah bekerja membuat jembatan dari bambu. Masyarakat sangat membutuhkan jembatan ini sebagai transportasi utama dibanding jika harus memutar melalui jembatan di selatan alun-alun Kebumen. Pasalnya setelah ada pembangunan proyek (batu bronjong yang rusak), rakit (gethek) tidak bisa merapat hampir sepuluh tahun. Sehingga transportasi untuk anak sekolah dan perdagangan masyarakat sini lemah.

Harapan masyarakat, lembah sungai Lukulo ini menjadi salah satu lokasi yang menjadi sumber sejarah yang kuat.terutama bagi generasi muda yang masih energik dan punya ketrampilan. Harapan lainnya tempat ini menjadi lokasi starting shotting Film sejarah Kebumen. Siapa yang bersemangat memulai membuat film sejarah Kebumen?

Kalau ada orang Kebumen yang ingin membuat film, mari kita iuran Rp 10.000 koin untuk membuat film sejarah Kebumen, agar Kebumen menjadi nama kabupaten sejarah yang mewarnai dunia. (BWK, Bram)
 

Lembah Sungai Lukulo Kebumen Tempat Pembunuhan Massal


sejarah kali lukulo kebumen
\
Kebumennews – Lembah Lukulo di sebelah barat Pasar Hewan lama ini ternyata mempunyai nilai sejarah tinggi karena sebelum 1945 jembatan pada foto gambar ini adalah jalur rakit untuk menghubungkan dukuh Penambangan, desa Kedawung dengan Tamanwinangun, kecamatan Kebumen, kalau ditarik garis perdagangan pada jaman Belanda. Jalur ini menghubungkan jalur Simpanglima Kebulusan melalui jalur dpan SMPN Pejagoan ke kota pasar hewan lama Tamanwinangun yang kini pindah di pasar hewan Wonosari. Tak hanya itu tempat ini merupakan tempat pembunuhan ratusan manusia hampir setiap hari.

Cerita Mbah Masitu 60 tahun Warga Kedawung dahulu pada jaman Belanda, tempat ini menjadi lokasi pembunuhan massal pribumi yang ‘melawan’ Belanda. Setelah jembatan Penambangan ini ambruk gethek (rakit/perahu dari bambu) menjadi alat transportasi yang menghubungkan Tamanwinangun dengan Kedawung.

Masih menurut Mbah Masitu di Lembah sungai Lukulo inilah ratusan orang Indonesia dibunuh. Mereka dibunuh dengan cara digantung, maupun dengan tembakan oleh tentara penjajah Belanda. Banyaknya orang yang mati sampai air sungai berwarna merah karena darah. “Pembunuhan massal hampir setiap hari” Tutur Masitu saat bercerita.

Pada masa penjajahan, kehidupan warga sangat sulit, ia masih teringat betul kesulitan itu.”Pernah makan nasi bulger (campuran dedak dengan beras) dan baju yang terbuat dari karung goni, yang penuh dengan kutu, nasi dan kain goni itu pemberian penjajah, Belanda dan diteruskan pada masa Jepang” Kenang Masitu yang juga mantan penjaga gudang minyak jalan pemuda sabelum Gestok 65. (BWK,Bram)
 

Fosil Ikan di Karangsambung, Berumur Ribuan Tahun


fosil ikan di karangsambung

Kebumen News – Karangsambung memang menyimpan jutaan kekayaan alam berupa batuan. Ribuan tahun lalu kawasan Karangsambung, Sadang dan Mandiraja beserta wilayah sekitarnya merupakan dasar laut. Hal ini semakin menguat dengan ditemukannya fosil ikan yang diperkirakan berumur ribuan tahun lalu.

Fosil (batu berbentuk ikan) itu ditemukan tanpa sengaja, saat sedang menggali pasir di sungai Lukulo oleh warga Banioro Karangsambung Kebumen yang enggan disebut namanya beberapa waktu lalu.
 

Keindahan Tempat Wisata Kebumen



Kebumen adalah sebuah kota dengan tatanan alam yg rapi sehingga menimbulkan pemandangan yg sangat manis dari langit jika dipandang dengan mata melotot dan terbuka sangat lebar bukan dengan mata tertutup karung pupuk hehe .. sama halnya dengan kota – kota lain yg memiliki tempat – tempat wisata yg indah , Kebumen ternyata lebih indah lagi kalau saya yg berkata .. kalau anda tau Danau Tiga Warna di Gunung Kelimutu , sungai Amazon di Brazil , dan Mount Everest di Tibet dan Nepal , maka saya ga akan membandingkan dengan mereka sebab Kebumen memiliki panorama alam yg memiliki daya tarik tersendiri .. beberapa foto yg saya dapat untuk lebih membuat anda meluaskan pandangan tentang Kebumen , walau tidak banyak tapi menghibur lho , kalo masih kurang saya akan sangat menyarankan anda untuk berkunjung langsung ke tanah wisatanya ..




Foto – Foto Keindahan Tempat Wisata di Kebumen : LIHAT DISINI
 

sejarah cikal bakal kabupaten Kebumen (sisi gelap sejarah)



PANJER

Sisi Gelap Sejarah dan Romantisme Masa lalu
Sebuah Desa Perjuangan yang Nyaris Hilang
Mengupas Fakta tentang Asal – Usul Desa dan Kabupaten Kebumen

Oleh : Sayyid R. Ravie Ananda


Pendahuluan
Panjer Adalah nama sebuah Desa / Kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Nama Panjer sendiri telah lama dikenal, jauh sebelum nama Kebumen itu ada, tepatnya sejak masa Pra Islam. Satu hal yang sangat disayangkan adalah “ nyaris hilangnya riwayat Panjer baik dalam masyarakat Panjer itu sendiri maupun dalam pengetahuan masyarakat Kabupaten Kebumen pada umumnya, serta kurangnya perhatian dan pemeliharaan terhadap situs bangunan peninggalan bersejarah dan budaya masa lampau yang terdapat di daerah tersebut “.

Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, mengingat Panjer adalah cikal bakal Berdirinya Kabupaten Kebumen. Sebagai desa yang kini berbentuk kelurahan, Panjer tetap khas dengan rasa dan suasana masa lampaunya.

Panjer Pra Mataram Islam
Dalam Kitab “ Babad Kedhiri “, disebutkan:
“ Babagan kadipaten Panjer dicritakake nalika adipati Panjer sepisanan mrentah ing Panjer, duwe kekareman adu pitik. Sawijining dina nalika rame-ramene kalangan adu pitik ing pendhapa kadipaten, ana salah sijine pasarta sing jenenge Gendam Asmarandana, asale saka Desa Jalas.
Gendam Asmarandana sing pancen bagus rupane kuwi wusana ndadekake para wanita kayungyun, kalebu Nyai Adipati Panjer. Nyai Adipati sing weruh baguse Gendam Asmarandana uga melu-melu kayungyun. Kuwi ndadekake nesunya Adipati Panjer. Nalika Adipati Panjer sing nesu kuwi arep merjaya Gendam Asmarandana kanthi kerise, Gendam Asmarandana kasil endha lan suwalike kasil nyabetake pedhange ngenani bangkekane Adipati Panjer.
Adipati Panjer sing kelaran banjur mlayu tumuju Sendhang Kalasan sing duwe kasiyat bisa nambani kabeh lelara. Nanging durung nganti tekan sendhang kasil disusul dening Gendam Asmarandana lan wusana mati. Gendam Asmarandana sing weruh Adipati Panjer mati banjur mlayu tumuju omahe nanging dioyak dening wong akeh. Gendam Asmarandana sing keweden banjur njegur ing Sendhang Kalasan.
Wong-wong sing padha melu njegur ing sendhang, kepara ana sing nyilem barang, tetep ora kasil nyekel Gendam Asmarandana. Wong-wong ngira yen Gendam Asmarandana wus malih dadi danyang sing manggon ing sendhang kuwi. Sabanjure kanggo ngeling-eling kedadeyan kuwi digawe pepethan saka watu sing ditengeri kanthi aran Smaradana, mapan ing Desa Panjer ”.

Di dalam kitab tersebut, memang hanya sedikit sekali keterangan tentang Panjer karena yang menjadi “ Objek Sentralnya “ adalah Kerajaan Medangkamulan, Mamenang dan pergantian tahta ( jauh sebelum Ajisaka masuk ke Jawa ), akan tetapi dari literatur di atas dapat disimpulkan bahwa Panjer adalah sebuah wilayah yang memang sudah dikenal sejak masa pra Islam.
Di Indonesia terdapat dua daerah yang menggunakan nama Panjer yakni di Kabupaten Kebumen dan di Pulau Bali. Namun jika diamati dari segi Genetik Historisnya ( istilah penulis ), maka Panjer Kebumen lah yang disinyalir kuat sebagai suatu daerah yang dari dahulu telah bernama Panjer dan merupakan tempat terjadinya beberapa peristiwa sejarah dari masa ke masa.
Babad Panjer menurut periodisasi Mataram Islam
Mataram Islam adalah Kerajaan Mataram periode ke 2 yang pada mulanya merupakan sebuah hutan lebat yang dikenal sebagai Alas Mentaok, wujud hadiah dari Hadiwijaya ( Sultan Demak terakhir ) kepada Ki Ageng Pemanahan atas jasanya dalam membunuh Arya Penangsang yang merupakan saingan besar Hadiwijaya dalam perebutan tahta Kerajaan Demak. Ki Ageng Pemanahan kemudian membabad hutan lebat tersebut dan menjadikannya sebuah desa yang diberinya nama Mataram. Alas Mentaok itu sendiri sebenarnya adalah bekas kerajaan Mataram Kuno yang runtuh sekitar tahun 929 M yang kemudian tidak terurus dan akhirnya dipenuhi oleh pepohonan lebat hingga menjadi sebuah hutan. Alas Mentaok mulai dibabad oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani sekitar tahun 1556 M. Ki Ageng Pemanahan memimpin desa Mataram hingga Ia wafat pada tahun 1584 M dan dimakamkan di Kotagedhe. Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan, sebagai pengganti dipilihlah putranya yang bernama Sutawijaya / Panembahan Senopati ( Raja Mataram Islam pertama, dimakamkan di Kotagedhe ). Panembahan Senopati memerintah tahun 1587 – 1601 M. Ia digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Jolang / Sultan Agung Hanyakrawati ( wafat tahun 1613 M dimakamkan di Kotagedhe ). Sultan Agung Hanyakrawati digantikan putranya yang bernama Raden Mas Rangsang yang kemudian dikenal sebagai Sultan Agung Hanyakrakusuma ( memerintah tahun 1613 – 1646 M). Sultan Agung Hanyakrakusuma digantikan oleh Putranya yang bernama Sultan Amangkurat Agung ( Amangkurat I memerintah pada tahun 1646 – 1677 M ).

Di Dalam “ Kidung Kejayaan Mataram “ ( terjemahan Bahasa Indonesia ) disebutkan secara Implisit mengenai keberadaan Panjer.

Bait 04
Demikianlah maka pada suatu hari yang penuh berkat
berangkatlah rombongan Ki Gedhe ke Alas Mataram
di situ ada di antaranya: Nyi Ageng Ngenis, Nyi Gedhe Pemanahan
Ki Juru Mertani, Sutawijaya, Putri Kalinyamat, dan pengikut dari Sesela
Ketika itu adalah hari Kamis Pon, tanggal Tiga Rabiulakir
yaitu pada tahun Jemawal yang penuh mengandung makna
Setibanya di Pengging rombongan berhenti selama dua minggu
Sementara Ki Gedhe bertirakat di makam Ki Ageng Pengging
Lalu meneruskan perjalanan hingga ke tepi sungai Opak
Dimana rombongan dijamu oleh Ki Gedhe Karang Lo
Setelah itu berjalan lagi demi memenuhi panggilan takdir
hingga tiba di suatu tempat, disana mendirikan Kota Gedhe
Ki Gedhe Karang Lo yang dimaksud dalam bait di atas adalah pemimpin daerah Karang Lo ( kini masuk dalam wilayah Kecamatan Karanggayam ). Ini artinya sebelum berdirinya Kerajaan Mataram Islam pun, Karang Lo ( Kadipaten / Kabupaten Panjer ) telah dikenal dan diperhitungkan dalam ranah pemerintahan kerajaan pada waktu itu ( Demak dan Pajang ).
Panjer Dalam Teritorial Masa Lampau
Kerajaan Mataram Islam mengenal sistem pembagian wilayah berdasarkan jauh - dekatnya dan tinggi – rendahnya suatu tempat, sehingga pada saat itu dikenallah beberapa pembagian wilayah kerajaan yakni :
1. Negara Agung
2. Kuta Negara
3. Manca Negara
4. Daerah Bang / Brang / Sabrang Wetan
5. Daerah Bang / Brang / Sabrang Kulon.
Masa Pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma adalah masa keemasan Mataram. Ia memerintah dengan bijaksana, adil dan penuh wibawa, sehingga rakyat pada masa itu merasakan ketentraman dan kemakmuran. Menurut catatan perjalanan Rijklof Van Goens ( Ia mengunjungi Mataram lima kali pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma ) disebutkan bahwa :
“ Mataram di bawah Sultan Agung bagaikan sebuah Imperium Jawa yang besar dengan rajanya yang berwibawa. Istana kerajaan yang besar dijaga prajurit yang kuat , kereta sudah ramai, rumah penduduk jumlahnya banyak dan teratur rapi, pasarnya hidup, penduduknya hidup makmur dan tenteram. Kraton juga punya penjara, tempat orang – orang jahat pelanggar hukum dan tawanan untuk orang Belanda yang kalah perang di Jepara. Pada masa Sultan Agung inilah dikenal secara resmi adanya sebuah daerah lumbung pangan ( padi ) di Panjer dengan bupatinya bernama Ki Suwarno.
Panjer termasuk dalam katagori daerah Mancanegara Bang / Brang / Sabrang Kulon. Jauh sebelum nama Kebumen itu ada, tepatnya di daerah Karang Lo / wilayah Panjer Gunung ( kini masuk dalam wilayah kecamatan Karanggayam ), sudah terdapat penguasa kademangan di bawah Mataram ( masa pemerintahan Panembahan Senopati sekitar tahun 1587 M ). Di daerah tersebut, cucu Panembahan Penopati yang bernama Ki Maduseno ( putra dari Kanjeng Ratu Pembayun ( salah satu putri Panembahan Senopati ) dengan Ki Ageng Mangir VI ) dibesarkan. Ki Maduseno menikah dengan Dewi Majati dan kemudian berputra Ki Bagus Badranala ( Bodronolo; makam di desa Karangkembang; dahulu masuk dalam wilayah Panjer Gunung ). Ki Badranala adalah murid Sunan Geseng dari Gunung Geyong. Ia mempunyai peran yang besar dalam membantu perjuangan Mataram melawan Batavia pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Ki Badranala yang mempunyai jiwa nasionalis tinggi, membantu Sultan Agung dengan menyediakan lokasi untuk lumbung dan persediaan pangan dengan cara membelinya dari rakyat desa. Pada tahun 1627 M prajurit Mataram di bawah pimpinan Ki Suwarno mencari daerah lumbung padi untuk kepentingan logistik. Pasukan Mataram berdatangan ke lumbung padi milik Ki Badranala dan selanjutnya daerah tersebut secara resmi dijadikan Kabupaten Panjer di bawah kekuasaan Mataram. Sebagai Bupati Panjer, diangkatlah Ki Suwarno, dimana tugasnya mengurusi semua kepentingan logistik bagi prajurit Mataram. Karier militer Ki Badranala sendiri dimulai dengan menjadi prajurit pengawal pangan dan selanjutnya Ia diangkat menjadi Senopati dalam penyerangan ke Batavia.
Dibakarnya Lumbung Padi Panjer
Sejarah nasional menyebutkan bahwa kekalahan Sultan Agung Hanyakrakusuma disebabkan oleh dibakarnya lumbung – lumbung padi Mataram oleh Belanda, dimana lumbung terbesar pada saat itu adalah lumbung yang berada di Panjer ( kemungkinan besar lokasi tersebut berada di dalam kompleks daerah yang kini menjadi Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati yang mempunyai luas sekitar 4 Ha ). Peristiwa ini terjadi pada penyerangan Mataram yang ke 3 dan sekaligus menjadi peperangan terakhir Sultan Agung Hanyakrakusuma. Beliau wafat pada awal tahun 1645 M dan dimakamkan di Imogiri. Selanjutnya, Pada masa Sultan Amangkurat I, Panjer berubah menjadi sebuah desa yang tidak sesibuk ketika masih dijadikan pusat lumbung padi Mataram pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Pembagian Wilayah Panjer
Panjer masa lalu dibagi dalam dua wilayah yaitu Panjer Roma ( Panjer Lembah ) dan Panjer Gunung. Ki Badranala diangkat menjadi Ki Gedhe Panjer Roma I atas jasanya menangkal serangan Belanda yang mendarat di pantai Petanahan. Putra tertua Ki Badranala yang bernama Ki Kertasuta bertugas sebagai Demang di wilayah Panjer Gunung, sedangkan adiknya yang bernama ki Hastrasuta membantu ayahnya ( Ki Badranala ) di Panjer Roma. Ki Kertasuta kemudian diangkat menjadi Patih Bupati Panjer, Ki Suwarno. Ia dinikahkan dengan adik ipar Ki Suwarno dan berputra Ki Kertadipa. Ki Badranala menyerahkan jabatan Ki Gedhe Panjer Roma kepada anaknya ( Ki Hastrasuta ) yang kemudian bergelar Ki Gedhe Panjer Roma II. Beliaulah yang kemudian berjasa memberikan tanah kepada Pangeran Bumidirja / Ki Bumi ( paman Amangkurat I yang mengungsi ke Panjer sebab tidak sepaham dengan Sultan Amangkurat I ). Tanah tersebut terletak di sebelah Timur Sungai Luk Ula dengan panjang kurang lebih 3 Pal ke arah Selatan dan lebar setengah ( ½ ) Pal ke arah Timur. Pangeran Bumidirja kemudian membuka tanah ( trukah ) yang masih berupa hutan tersebut dan menjadikannya desa. Desa inilah yang kemudian bernama Trukahan ( berasal dari kata dasar Trukah yang berarti memulai ). Seiring berjalannya waktu nama desa Trukahan kini hanya menjadi nama padukuhan saja ( sekarang masuk dalam wilayah kelurahan Kebumen ).

Riwayat desa Trukahan yang kemudian berubah menjadi Kelurahan Kebumen pun kini nyaris hilang, meskipun Balai Desa / Kelurahan Kebumen hingga kini berada di daerah tersebut.
Kutipan dari “ Babad Kebumen “ menyebutkan:

“ Kanjeng Pangeran Bumidirdja murinani sanget sedanipun Pangeran Pekik, sirna kasabaranipun nggalih, punapadene mboten kekilapan bilih Negari Mataram badhe kadhatengan bebendu. Puntonipun nggalih, Kanjeng Pangeran Bumidirdja sumedya lolos saking praja sarta nglugas raga nilar kaluhuran, kawibawan tuwin kamulyan.
Tindakipun Sang Pangeran sekaliyan garwa, kaderekaken abdi tetiga ingkang kinasih. Gancaring cariyos tindakipun wau sampun dumugi tanah Panjer ing sacelaking lepen Luk Ula. Ing ngriku pasitenipun sae lan waradin, toyanipun tumumpang nanging taksih wujud wana tarabatan.
Wana tarabatan sacelaking lepen Luk Ula wau lajeng kabukak kadadosaken pasabinan lan pategilan sarta pakawisan ingkang badhe dipun degi padaleman…..
Kanjeng Pangeran Bumidirdja lajeng dhedhepok wonten ing ngriku sarta karsa mbucal asma lan sesebutanipun, lajeng gantos nama Kyai Bumi…..
Sarehning ingkang cikal bakal ing ngriku nama Kyai Bumi, mila ing ngriku lajeng kanamakaken dhusun Kabumen, lami – lami mingsed mungel Kebumen.
Dhusun Kebumen tutrukanipun Kyai Bumi wau ujuripun mangidul urut sapinggiring lepen Luk Ula udakawis sampun wonten 3 pal, dene alangipun mangetan udakawis wonten ½ pal ”.

Dalam Babad Kebumen memang tidak terdapat cerita mengenai desa Trukahan, akan tetapi jika dilihat dari segi Logika Historis ( istilah penulis ), yang dimaksud dengan Desa / Dhusun Kabumian adalah Trukahan. Hal ini dapat ditelusuri berdasarkan Logika Historis antara lain :
1. Wilayah dan nama Trukahan sejak pra kemerdekaan hingga kini masih tetap ada, dimana Balai Desa / Kelurahan Kebumen dan Kecamatan Kebumen berada dalam wilayah tersebut ( sedangkan Pendopo Kabupaten masuk dalam wilayah Bumirejo ).
2. Makam / Petilasan Ki Singa Patra yang sebetulnya merupakan Pamokshan, sebagai situs yang hingga kini masih terawat dan diziarahi baik oleh warga setempat maupun dari luar Kebumen ( meskipun belum diperhatikan oleh Pemerintah baik Kelurahan maupun Kabupaten ) adalah makam tertua yang ada di kompleks pemakaman Desa Kebumen. Singa Patra adalah sosok tokoh yang nyaris hilang riwayatnya, meskipun namanya jauh lebih dikenal oleh warga Kelurahan Kebumen sejak jaman dahulu kala dan diyakini sebagai tokoh yang menjadi cikal bakal Desa Trukahan masa lampau. Penulis mensinyalir bahwa Tokoh ini hidup lebih awal dibandingkan masa kedatangan Badranala, sebab Beliau ( Badranala ) yang hidup pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma adalah pendatang di desa Panjer ( Lembah / Roma ). Beliau sendiri berasal dari daerah Karang Lo ( yang dahulu masuk dalam wilayah Panjer Gunung ). Sebagai seorang pendatang yang kemudian berdiam di Panjer Roma, Badranala memperistri Endang Patra Sari. Endang adalah sebutan kehormatan bagi perempuan Bangsawan. Hal ini bisa kita lihat pada situs pemakaman Ki Badranala di desa Karangkembang dimana terdapat beberapa makam yang menggunakan Klan / Marga Patra, dimulai dari Istri Badranala sendiri, hingga beberapa keturunannya.
3. Hilangnya babad Trukahan dan riwayat Ki Singa Patra dimungkinkan adanya kepentingan politik penguasa waktu itu. Terlebih riwayat Babad Kebumen baru diterbitkan pada tahun 1953 di Praja Dalem Ngayogyakarta Hadiningrat oleh R. Soemodidjojo ( seorang keturunan KP. Harya Cakraningrat / Kanjeng Raden Harya Hadipati Danureja ingkang kaping VI, Pepatih Dalem ing Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat ), yang notabene bukan warga asli bahkan mungkin tidak pernah sama sekali tinggal di Panjer ataupun Trukahan / Kebumen. Dengan kata lain, warga Kelurahan Kebumen baru mengenal sosok Bumidirdja semenjak diterbitkannya riwayat Babad Kebumen yang kini lebih populer dengan adanya media Internet.
4. Kurun waktu Mataram Sultan Agung Hanyakrakusuma jelas lebih tua daripada Bumidirja. Sedangkan Ki Badranala yang kemudian bermukim di Panjer saat itu telah memperistri perempuan dari Klan Patra ( yang mungkin mengilhami nama sebuah Hotel di Kota Kebumen ).
5. Menurut “ Sejarah Kebumen dalam Kerangka Sejarah Nasional “ yang ditulis oleh Dadiyono Yudoprayitno ( Mantan Bupati Kebumen ) disebutkan bahwa Pangeran Bumidirdja membuka tanah hasil pemberian Ki Gedhe Panjer Roma II / Ki Hastrosuto ( anak Ki Badranala ). Riwayat ini pun tidak disebutkan dalam Babad Kebumen. Riwayat yang lebih terkenal sampai saat ini adalah riwayat yang ditulis oleh R. Soemodidjojo yang notabene bukan warga asli dan bahkan mungkin belum pernah tinggal di Kebumen, dimana diceritakan bahwa Kebumen berasal dari kata Ki Bumi yang merupakan nama samaran dari Pangeran Bumidirja yang kemudian trukah di tepi sungai Luk Ula, sehingga kemudian tempat tersebut dinamakan Kebumian.
6. Pasar Kebumen, pada awalnya berada di wilayah Trukahan, tepatnya di daerah yang kini menjadi kantor Kecamatan Kebumen hingga kemudian pindah ke daerah yang kini menjadi pasar Tumenggungan. Maka daerah di sekitar bekas pasar lama tersebut sampai sekarang masih bernama Pasar Pari dan Pasar Rabuk, karena memang lokasi pasar lama telah menggunakan sistem pengelompokan.
7. Adanya pendatang setelah dibukanya tanah / trukah seperti yang disebutkan dalam Babad Kebumen yang kemudian bermukim, juga bisa diperkirakan mendiami daerah yang kini bernama Dukuh. Hal ini dimungkinkan dengan sebutan nama Dukuh yang telah ada sejak lama.

Asal Mula Nama Tumenggung Kalapaking
Datangnya Pangeran Bumidirdja di Panjer, menimbulkan kekhawatiran Ki Gedhe Panjer Roma II dan Tumenggung Wangsanegara Panjer Gunung karena Pangeran Bumidirdja saat itu dinyatakan sebagai buronan Kerajaan. Akhirnya Ki Gedhe Panjer Roma II dan Tumenggung Wangsanegara memutuskan untuk meninggalkan Panjer dan tinggallah Ki Kertawangsa yang dipaksa untuk tetap tinggal dan taat pada Mataram. Ia diserahi dua kekuasaan Panjer dan kemudian bergelar Ki Gedhe panjer Roma III. Dua Kekuasaan Panjer ( Panjer Roma dan Panjer Gunung ) membuktikan bahwa Panjer saat itu sebagai sebuah wilayah berskala luas ( Kabupaten / Kadipaten ) sehingga dikategorikan dalam daerah Brang Kulon.

Pada tanggal 2 Juli 1677 Trunajaya berhasil menduduki istana Mataram di Plered yang ketika itu diperintah oleh Sultan Amangkurat Agung ( Amangkurat I ). Sebelum Plered dikuasai oleh Trunajaya, Sultan Amangkurat Agung dan putranya yang bernama Raden Mas Rahmat berhasil melarikan diri ke arah Barat. Dalam pelarian tersebut, Sultan Amangkurat Agung jatuh sakit. Beliau kemudian singgah di Panjer ( tepatnya pada tanggal 2 Juni 1677 ) yang pada waktu itu diperintah oleh Ki Gedhe Panjer III. Sultan Amangkurat I diobati oleh Ki Gedhe Panjer III dengan air Kelapa Tua ( Aking ) karena pada waktu itu sangat sulit mencari kelapa muda. Setelah diobati oleh Ki Gedhe Panjer III, kesehatan Sultan Amangkurat I berangsur membaik. Beliau kemudian menganugerahi gelar kepada Ki Gedhe Panjer III dengan pangkat Tumenggung Kalapa Aking I ( Kolopaking I, sebagai jabatan Adipati Panjer I ( 1677 – 1710 ). Tumenggung Kalapaking I digantikan oleh putranya dan bergelar Tumenggung Kalapaking II ( 1710 – 1751 ), dilanjutkan oleh Tumenggung Kalapaking III ( 1751 – 1790 ) dan Tumenggung kalapaking IV ( 1790 – 1833 )).

Setelah merasa pulih, Sultan Amangkurat Agung melanjutkan perjalannya menuju ke Barat, akan tetapi sakitnya ternyata kambuh kembali dan akhirnya Beliau wafat di desa Wanayasa ( Kabupaten Banyumas ) tepatnya pada tanggal 13 Juli 1677. Menurut Babad Tanah Jawi, kematian Sultan Amangurat Agung dipercepat oleh air kelapa beracun pemberian Raden Mas Rahmat ( putranya sendiri yang menyertai Beliau dalam pelarian ). Sesuai dengan wasiatnya, Beliau kemudian dimakamkan di daerah Tegal Arum ( Tegal ) yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Tegal Wangi. Sementara itu tampuk kepemimpinan Panjer periode Kolopaking hanya berlangsung hingga Kolopaking IV dikarenakan adanya suksesi di Panjer pada waktu itu antara Kalapaking IV dan Arungbinang IV yang berakhir dengan pembagian wilayah dimana Kalapaking mendapat bagian di Karanganyar dan Banyumas, sedangkan Arungbinang tetap di Panjer. Sejak pemerintahan Arungbinang IV inilah Panjer Roma dan Panjer Gunung digabung Menjadi satu dengan nama Kebumen. Berdasar pemaparan di atas, penulis menyimpulkan ( sumber : sasmita yang penulis dapat ) bahwa berdirinya Pendopo Kabupaten Kebumen di wilayah Desa / Kelurahan Bumirejo ( bukan di wilayah Desa / Kelurahan Kebumen sebagai Nol Kilometernya pemerintahan, dimana seharusnya Desa, Kecamatan, dan Kabupaten Kebumen berada dalam satu lingkup ) disebabkan adanya suksesi antara Tumenggung Kalapaking IV dan Arungbinang IV. Untuk memantapkan kedudukan setelah kemenangannya atas peristiwa pembagian wilayah, Arungbinang IV mendirikan Pendopo Kabupaten baru yang kini menjadi Pendopo dan Rumah Dinas Bupati Kebumen lengkap dengan alun - alunnya. Adapun Pendopo Kabupaten lama / Kabupaten Panjer kemungkinan berada di lokasi Pabrik Minyak Sari Nabati Panjer, dengan memperhatikan tata kota yang masih ada ( seperti yang penulis paparkan dalam sub judul Metamorfosis Panjer ) dan luas wilayah Pabrik yang mencapai sekitar 4 Ha, serta adanya pohon – pohon Beringin tua yang dalam sistem Macapat digunakan sebagai simbol suatu pusat pemerintahan kota zaman kerajaan. Begitu juga dengan Tugu Lawet yang pada awalnya merupakan tempat berdirinya sebuah Pohon Beringin Kurung ( yang kemudian ditebang dan dijadikan Tugu Lawet ), dimana di sebelah Utaranya adalah Kamar Bola ( gedung olahraga, pertunjukan dan dansa bagi orang Belanda ) serta lokasi pasar Kebumen lama yang pada awalnya berada di wilayah Trukahan ( pusat pasar rabuk berada di sebelah Timur Balai Desa Kebumen, pasar lama berada di sebelah Utara klenteng, sub pasar rabuk berada di sebelah Utara pasar lama, pasar pari / padi berada di sebelah Selatan klenteng dan pasar burung yang tadinya merupakan Gedung Bioskup Belanda sebelum dihancurkan dan kemudian didirikan gedung Bioskup Star lama di sebelah Timur Tugu Lawet ( sumber : wawancara tokoh sepuh desa Kebumen )), semakin menguatkan bahwa pusat pemerintahan Kabupaten Panjer / Kebumen tempo dulu adalah di desa Panjer dan Trukahan. Hal ini sesuai juga dengan kurun waktu berdirinya Masjid Agung Kauman Kebumen yang didirikan oleh KH. Imanadi pada masa pemerintahan Arungbinang IV ( setelah masa Diponegoro ) yang membuktikan bahwa berdirinya Pendopo Kabupaten Kebumen yang berada di wilayah Bumirejo dan Masjid Agung Kauman di wilayah Kutosari merupakan pindahan dari pusat kota lama di Panjer.

Metamorfosis Historis Panjer
Seiring berjalannya waktu dan berkuasanya Belanda di Indonesia, desa Panjer juga tidak luput dari kekuasaan Belanda. Panjer tetap dijadikan basis pemerintahan oleh Pemerintah Belanda karena lokasinya yang sangat strategis ( meskipun sejarah masa lalu itu telah hilang ). Hal ini dapat kita lihat dari sisi genetik historisnya dimana Panjer sampai saat ini adalah suatu desa / kelurahan yang lengkap dengan fasilitas – fasilitas yang dibangun oleh Belanda jauh sebelum kemerdekaan, seperti: Stasiun Kereta Api, Rumah Sakit ( dahulu dikenal dengan nama Sendeng; berasal dari kata Zending yang berarti politik penyebaran agama Pemerintah Kolonial Belanda dengan cara pertolongan kesehatan ), Gedung Pertunjukan, Pertahanan Militer, Perumahan Belanda yang lebih dikenal dengan nama KONGSEN ( berasal dari kata Kongsi ), Taman Kanak – Kanak yang dahulunya mungkin juga merupakan tempat pendidikan bagi anak – anak para Pejabat Belanda yang tinggal di wilayah tersebut, serta Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati ( yang hingga kini menjadi milik Perusda Propinsi Jateng yang tutup sekitar tahun 1985 ).
Pergantian kekuasaan sejak zaman Mataram Islam, Kolonial Belanda, hingga Pemerintahan NKRI ternyata tidak mempengaruhi perubahan desa Panjer dari segi Substansi dan Genetik Historis. Hal ini dapat kita lihat dengan sebuah pembanding sebagai berikut :

Panjer Zaman Sultan Agung
1. Sebagai Lumbung padi dan Pusat Logistik Pasukan Mataram
2. Sebagai Kotaraja Kabupaten Panjer ( yang tentunya telah memiliki kelengkapan fasilitas seperti kesehatan, transportasi, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain – lain meskipun masih bersifat sederhana )
3. Sebagai Basis Militer Mataram
Panjer Zaman Kolonial Balanda ( kemudian diteruskan oleh Jepang )
1. Sebagai Pusat logistik yakni dengan didirikannya Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati ( seluas 4 Ha ).
2. Sebagai desa yang memiliki berbagai fasilitas seperti Transportasi ( dengan didirikannya stasiun ), Perumahan Belanda ( lebih dikenal dengan sebutan Kongsen lengkap dengan sarana dan prasarananya baik sarana pendidikan anak – anak, Kesehatan ( Zending / Sendeng ) gedung Pertunjukan ( Gedung Bioskup Gembira ), gedung olahraga dan aula yang terdapat di dalam lokasi pabrik, dan lain - lain.
3. Basis Militer Belanda

Panjer Zaman Kemerdekaan
1. Sebagai Pusat Logistik ; dengan didirikannya Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati oleh Belanda yang setelah tutup sekitar tahun 1985 kemudian beralih fungsi sebagai gudang penampungan tebu sementara sebelum diolah menjadi gula pasir di Pabrik Gula Yogyakarta; disewakan kepada pabrik rokok untuk menampung cengkeh ( sekitar tahun 1989 ), disewakan sebagai gudang penyimpanan bijih Plastik ( sekitar tahun 1990 ), disewakan sebagai gudang beras Bulog, disewakan sebagai lahan perkebunan semangka; disewakan sebagai kantor Pajak; disewakan sebagai tempat penyimpanan sementara alat – alat berat kesehatan RSU; Sebagai tempat penampungan sementara Kompor dan tabung gas dalam rangka program konversi gas pada tahun 2009.
2. Terdapatnya pusat transportasi Kereta Api ( stasiun Kereta Api Kebumen )
3. Bertempatnya Markas TNI / Kodim Kebumen
4. Terdapatnya tempat pertunjukan Film ( gedung Bioskop Gembira, yang kini telah dibangun dan dialihkan fungsi )
5. sebagai tempat RSUD Kebumen
6. Terdapatnya tempat pendidikan Taman Kanak - Kanak PMK Sari Nabati
7. Terdapatnya Lapangan Tenis dan Bulutangkis, serta menjadi tempat latihan Beladiri berbagai Perguruan yang ada di wilayah Kebumen ( sekitar tahun 1990 an )
8. terdapatnya Perumahan Nabatiasa
9. dan lain – lain.

Dilihat dari fakta – fakta di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Panjer dari masa ke masa tidak memiliki perubahan fungsi, hanya saja terus menyesuaikan dengan perkembangan peradaban dan budaya.

Romantisme Panjer Masa Lalu
Sebagai desa yang terbilang tua, Panjer penuh dengan benda – benda budaya peninggalan dari tiga periode ( Mataram, Belanda dan Kemerdekaan ) yang dapat dikelompokkan kedalam dua bagian yaitu :
1. Benda yang Masih tersisa antara lain :
1. Bangunan Tua yang sangat Luas bekas Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati ( lengkap dengan rel dan Lori pengangkut kopra menuju pengolahan, saluran irigasi, perkantoran, penimbangan, pos jaga, lapangan Bulutangkis dan Aula dan lain - lain.
2. Perumahan Belanda ( Kongsen ) Nabatiasa.
3. Sumur Tua yang disinyalir sudah ada sejak jaman pra Mataram Islam yang mungkin tadinya berwujud sendang. Sumur itu berada didalam lokasi Pabrik paling Timur dengan diameter kurang lebih 4 M ( sekitar tahun 1990 an pernah terbit Surat Kabar Kebumen yang memuat sejarah Panjer sebagai cikal bakal Kebumen, dimana disebutkan juga adanya Legenda Sendang Kuno dan sebuah Batu Kuno semacam sebuah Prasasti di desa Panjer, sayang hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
4. Tiga buah WC umum peninggalan Belanda yang terdapat di Selatan perumahan Belanda yang kini disebut Kongsen dengan dua sumur umum yang berdiameter sekitar 2,5 meter.
5. Bangkai Truk pengangkut Kopra yang teronggok di garasi depan Pabrik Sari Nabati.
6. Bekas Roda Meriam yang dipasang di dekat pintu masuk Pabrik dan lapangan Panjer sebelah Timur.
7. Pohon Pinus yang ditanam di pintu Masuk perumahan Kongsen sebelah Barat dan di sebelah utara Stasiun Kereta Api.
8. Pohon Kamboja peninggalan Belanda di halaman Taman Kanak – Kanak Sari Nabati.

2. Benda yang telah hilang antara lain :
1. Tiga buah Pohon Saman Raksasa di sebelah Utara stasiun yang ditebang sekitar tahun 1989. Dahulu ketika pohon tersebut masih ada, daerah tersebut terasa sangat klasik dan kuno. Berbagai jenis burung dapat kita jumpai bersarang dan berkicau di atasnya. Terdapat juga Ayam Hutan yang bersarang dan selalu berkokok di pagi hari di atas pohon tersebut.
2. Rel dan Lori yang berasal dari baja dan semua bahan - bahan yang berasal dari besi, termasuk plat – plat besi tebal penutup saluran irigasi ( kalen ), mesin pembuat dan pengolah minyak, seng atap penutup pabrik, dan lain – lain ( dikarenakan sekitar tahun 2000 dilelangkan sebagai barang bekas )
3. Tiga buah sumur pompa umum di kompleks perumahan / Kongsen.
4. Pintu “ HS “ ( pintu ruangan generator listrik pabrik jaman Belanda ) yang dahulu selalu membuka dengan sendirinya setiap Kamis sore dan menutup Jumat sore ( di atas pintu tersebut terdapat tulisan berhuruf Jawa dan Belanda “ High Stroom “. Setiap pintu tersebut membuka, keluarlah sepasang burung gagak yang terbang mengitari wilayah Kongsen, dan akan masuk kembali ke ruangan tersebut sesaat sebelum pintu tersebut menutup ). Keanehan yang dahulu menjadi konsumsi hiburan bernuansa magis gratis bagi masyarakat setempat kini tidak lagi bisa dilihat ( sejak sekitar tahun 1995 ). Bangunan Pabrik yang penuh dengan warisan budaya tiga periode tersebut, yang dahulu terasa sangat indah, klasik dan menyejukkan serta nyaman, kini 80% telah menjadi puing – puing yang kokoh tanpa atap dan hutan semak belukar.
5. Kesenian Ebleg Panjer yang dahulu sangat terkenal di Kabupaten Kebumen kini tidak lagi hidup, bahkan kelengkapan kesenian itu telah rusak dan hanya tersisa sebuah Barongan Tua Keramat yang nyaris hilang ( barongan ini ditemukan kembali tanpa sengaja oleh seorang warga Panjer di desa Kalirancang ).
6. Dua buah pohon Flamboyan raksasa yang tinggi dan sangat indah ketika berbunga serta beberapa pohon Beringin besar yang berada di lapangan Panjer sebelah Timur, tepatnya di sebelah Selatan bangunan WC umum Kongsen.
7. Pohon Sakura yang berada di sebelah Utara sumur Kongsen bagian Barat ( dahulu sering digunakan untuk bermain anak – anak Kongsen, kemungkinan peninggalan pejabat Jepang yang tinggal di sana waktu itu ).
8. Pintu masuk Kongsen sebelah Barat ( pintu tersebut dahulu sering digunakan untuk bermain ayunan oleh anak – anak Kongsen ).
9. Pohon Beringin besar yang berada di halaman Taman Kanak – Kanak Sari Nabati.
10. Bak Tempat Penampungan sampah buatan zaman Belanda ( dahulu terletak di sebelah selatan Kongsen ).

Kembalinya Barongan Keramat Desa Panjer
Bentuk seni dan budaya yang telah ada turun - temurun di desa Panjer adalah Ebleg. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa Ebleg sama dengan Kuda Lumping. Menurut penulis, Ebleg tidak bisa disamakan dengan Kuda Lumping. Perbedaan antara Ebleg dan Kuda Lumping adalah :
Ebleg adalah suatu kesenian khusus yang merupakan perpaduan antara tarian, filosofi dan mistis yang di dalamnya mempunyai tiga instrumen pokok yakni Gending, Barongan dan Kuda Lumping / Jaran Kepang. Menurut penulis Ebleg adalah kesenian yang sudah berkembang sejak masa Sultan Agung Hanyakrakusuma. Hal ini dapat diamati dari beberapa hal antara lain :
1. Gending ; melambangkan Sastra Gending, sebuah kitab karya Sultan Agung Hanyakrakusuma.
2. Barongan yang bentuknya meniru seekor singa ; melambangkan Sosok Sultan Agung yang dari dahulu disegani dan mendapat julukan Singa Jawa dari para lawannya.
3. Kuda Lumping / Jaran Kepang : melambangkan pasukan berkuda Mataram yang gagah dan berani mati, kompak dan disiplin.

Kuda Lumping adalah suatu kesenian tarian ( tarian kuda ) hasil pengembangan dari kesenian Ebleg yang di dalamnya tidak mengharuskan adanya barongan dan unsur mistis.

Kesenian Ebleg desa Panjer disinyalir telah ada jauh sebelum era Kemerdekaan. Hal ini penulis simpulkan setelah mewawancarai beberapa tokoh Ebleg setempat, dimana tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahui sejak kapan kesenian tersebut mulai ada di Panjer. Dari semua narasumber yang ada hanya mengetahui bahwa Ebleg Panjer telah ada sejak para leluhur mereka kecil ). Tidak aktifnya Ebleg Panjer ( mulai sekitar tahun 1995 ) nyaris mengakibatkan hilangnya Barongan Keramat yang terbuat dari kayu Kendal itu dari desa Panjer. Hilangnya Barongan Keramat tersebut diketahui setelah seorang mantan pemain Ebleg Panjer yang bernama Waris ( Pak Waris ) yang kebetulan bekerja sebagai Penjaga Pabrik Sari Nabati mempunyai itikad untuk menghidupkan kembali kesenian tersebut. Sekitar tahun 2003 Beliau secara kebetulan berbincang – bincang dengan seorang Kusir Dokar dari desa Kalirancang yang mangkal di stasiun Kebumen dimana topik pembicaraan pada saat itu adalah kesenian Ebleg. Kusir Dokar tersebut bercerita bahwa di desanya memiliki kesenian Ebleg yang juga tidak aktif lagi. Adapun barongannya konon kabarnya dahulu meminjam dari desa Panjer. Berangkat dari cerita itu, Pak Waris segera menghubungi pengurus Ebleg Kalirancang melalui kusir dokar tersebut. Akhirnya, kembalilah Barongan Tua desa Panjer ke asalnya. Tahap selanjutnya, Pak Waris mengumpulkan para mantan pemain ebleg dan mengajak untuk menghidupkan kembali Ebleg Panjer yang terbilang paling tua di Kabupaten Kebumen tersebut. Beliau bersama Pak Dalang Parijo ( alm. ) pada saat itu segera memimpin kembali latihan ebleg dengan peralatan seadanya yakni “ sapu ijuk “ yang dijadikan peraga pengganti kuda lumping yang ketika itu telah rusak. Setelah keseragaman geraktari dan gending pengiring dirasa padu, maka dimulailah latihan sekaligus pagelaran rutin di lapangan Manunggal Kodim setiap hari Kamis Wage ( sesuai tradisi jaman dahulu ). Peraga Kuda Lumping pun kemudian dibeli oleh grup kesenian Ebleg Panjer di daerah Bocor dengan swadana dari anggota. Kesenian tua yang pernah menjadi kebanggaan masyarakat Panjer dan terkenal di Kabupaten Kebumen itu sangat disayangkan kini kembali mati suri. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian pemerintah baik Desa maupun Kabupaten.

Perbaikan Barongan “ Ki Singa Mataram “
Dikarenakan kondisinya yang rusak akhirnya dilakukanlah perbaikan Barongan “ Ki Singa Mataram “ ( nama Barongan tersebut ) pada malam Jumat Kliwon di bulan Ramadhan, bertepatan dengan malam 17 Agustus 2010. Bahan pelapis kepala barongan berasal dari Kulit Macan Tutul Sempor Kebumen ( telah ada sejak sekitar 25 tahun yang lalu ), sumbangan dari Mbah Narto Gombong ( seorang tokoh Legiun Veteran ) dan Bpk. Bambang Priyambodo ( Sekcam Kuwarasan ). Bahan lain adalah kulit Blacan dan Kijang sumbangan dari para pemuda Kranggan Kebumen dan Bejiruyung Sempor, serta karung Goni yang digunakan sebagai tubuh barongan, sumbangan dari warga pendatang asli Wonogiri dan Solo. Pekerjaan perbaikan dilakukan oleh sekelompok pemuda Pecinta Budaya Kebumen dan sesepuh Ebleg di kompleks Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati Panjer, dimulai dari pukul 22.00 wib hingga selesai ( tepat pukul 01.00 wib ) dimana sebelumnya telah dilakukan ritual terlebih dahulu.

Sebuah pujian dan acungan jempol kiranya patut sekali diberikan kepada para anggota kesenian Ebleg Panjer yang ternyata hingga saat ini masih berkemauan keras untuk menghidupkan kembali kesenian tersebut di tengah munculnya kesenian baru di desa Panjer ( kesenian Kentongan Banyumasan dan Janeng ). Rapat kecil para anggota pun telah diadakan untuk membentuk wadah dan kepengurusan. Harapan penulis, semoga pemerintah setempat ataupun pemerintah Kabupaten Kebumen segera memberikan perhatian dan dukungan ( apresiasi ) yang serius terhadap kesenian Ebleg Panjer yang merupakan kesenian Ebleg Tertua di Kabupaten Kebumen. Kesenian tua dari desa yang pernah menjadi pusat kekuatan Pasukan Mataram saat memerangi Belanda dan desa yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Panjer / Kebumen silam.

Panjer dalam Kenangan Penulis
Saya lahir di desa Panjer pada tahun 1980. Ayah saya bekerja sebagai karyawan di Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati. Sejak dilahirkan hingga tahun 1993, saya tinggal besama orang tua di Perumahan Nabatiyasa ( Eks Perumahan Belanda ) yang lebih dikenal dengan sebutan Kongsen. Saya sempat menikmati saat – saat kejayaan Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati sebelum akhirnya tutup pada tahun 1985. Banyak kenangan indah di desa Panjer yang tak bisa tergantikan dengan apapun yang ternyata sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian saya.

Sebagai anak seorang karyawan, sebuah kenangan indah adalah menaiki Lori menuju lokasi pengambilan jatah minyak dan logistik bulanan bagi karyawan. Naik Lori adalah pengalaman langka yang tidak bisa dinikmati oleh semua anak, hal ini dikarenakan Lori hanya ada di tempat – tempat tertentu seperti Pabrik Minyak, Pabrik Gula dan sejenisnya. Setiap tengah malam, suara peluit dari cerobong Pabrik sebagai penanda pergantian shif terasa khas dan klasik, perpaduan rasa mencekam dan sakral bagi setiap anak kecil di Kongsen.

Bersama teman – teman sebaya bermain melihat fenomena spiritual membuka dan menutupnya pintu “ HS “ serta keluar dan masuknya sepasang burung gagak adalah pengalaman yang langka dan hanya dapat disaksikan di Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati Panjer. Di atas pintu yang tidak lagi membuka tersebut, kini tumbuh sebuah pohon Beringin yang akarnya telah menutupi sebagian pintu.
Pabrik seluas 4 Ha yang terkenal kuno dan angker itu pun urung dijadikan tempat Uji Nyali sebuah program acara reality show beberapa waktu silam, dikarenakan ketidakberanian tim penyelenggara acara menanggung kemungkinan resiko yang akan ada jika mengambil tempat yang terlalu Kuno dan Angker.

Panjer tempo dulu sepertinya juga menjadi pusat kerajinan batu mulia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya berbagai batu akik baik yang telah jadi maupun bahan mentah di depan halaman rumah paling barat ( yang menghadap selatan ), sehingga kenangan anak – anak Kongsen pun semakin lengkap dengan adanya kegiatan mencari batu akik selepas hujan reda di tempat tersebut. Dengan penuh ketekunan dan kejelian, anak – anak saat itu “ Ndhodhok “ sambil menajamkan pandangan terhadap sinar kilau dari batu yang muncul akibat lapisan tanah penutupnya terbawa air.

Ketika Bunga flamboyan raksasa berbunga, anak – anak Kongsen dengan riang gembira bermain di bawah jingganya bunga- bunga yang berguguran menutup tanah di bawahnya. Sambil menari – nari, anak – anak membunyikan polong yang jatuh dari pohon tersebut dan menjadikannya alat musik “ ecek – ecek “ sambil berteriak riang “ Hore – Hore… Salju “ ( bunga flamboyan yang berguguran diimajinasikan seperti salju jingga ).

Masa dibukanya penutup saluran irigasi / kalen juga merupakan saat yang sangat dinanti bagi anak – anak Kongsen, sebab di masa itulah anak – anak turun beramai - ramai dengan peralatan yang ada untuk mengambil ratusan ikan lele lokal yang besarnya bisa mencapai 1 Kg ( perekornya ), ikan – ikan Behtok dan Gabus ( Bayong ) yang selama musim mengalirnya air irigasi bersembunyi di selokan yang tertutup plat tersebut. Panen ini dirasakan seluruh warga Kongsen.

Ketika musim kemarau tiba, dua buah sumur tua Kongsen yang kebetulan ikut surut dan keruh pun, dikuras oleh warga. Pengurasan ini merupakan saat menyenangkan bagi anak – anak Kongsen yang ikut bekerjabakti menguras sumur, sebab di dalamnya banyak ditemukan benda – benda klasik seperti Keris, batu Akik, dan lain – lain yang tentunya hal ini tidak didapati di setiap sumur.

Anak – anak Kongsen juga akrab dengan cerita hantu, namun cerita hantu di daerah Panjer tidak seperti kebanyakan ( misal pocong, kuntilanak dan sejenisnya ). Hantu di Panjer yang telah banyak dilihat oleh warga sekitar dan orang – orang dari luar Panjer yang kebetulan berolahraga Bulutangkis malam di lapangan dalam Pabrik adalah hantu Keranda, hantu Kereta Kuda dan Rombongan Kuda, hantu Orang Belanda, hantu Prajurit jaman kerajaan ( yang menunggu pintu masuk WC umum ), serta berupa suara – suara tanpa wujud seperti berbunyinya tiang dari besi di lapangan timur tanpa ada yang membunyikan setiap tengah malam yang selalu menjadikan rasa penasaran anak – anak Kongsen. Layaknya detektif, anak – anak yang bermain kemah – kemahan setiap liburan sekolah, selalu mengamati dari kejauhan peristiwa itu dengan penuh keheranan bercampur takut.

Pada saat – saat akhir kejayaan pabrik, anak - anak mempunyai kebiasan mengambil beberapa kopra yang sedang dijemur dan memakannya. Rasa manis dan gurih dari kopra hingga kini mungkin masih termemori dalam ingatan anak – anak Kongsen.

Tutupnya Pabrik dan bergantinya fungsi menjadi tempat penampungan tebu sementara adalah hal yang tetap menggembirakan bagi anak – anak Kongsen. Setiap truk tebu yang datang penuh muatan, menjadi harapan bagi anak – anak. Mereka dengan cekatan mengambil tebu tanpa ijin dengan mengendap - ngendap di bawah truk yang berhenti di garasi, tentunya setelah melompati pagar besi terlebih dahulu.

Setiap bulan puasa, kegiatan rutin anak – anak Kongsen selain mengaji adalah menunggu buka puasa dengan melihat kereta api dan keluarnya kawanan kelelawar yang bersarang di gudang garam kompleks stasiun. Ribuah kelelawar itu akan menjadi tontonan kembali di pagi harinya setelah usai solat Subuh saat kelelawar tersebut pulang ke sarangnya.

Datangnya sekelompok wisatawan asing yang lebih dikenal dengan ” turis “ setiap tahun ke pabrik juga merupakan hal yang menarik bagi anak – anak Kongsen. Mereka selalu mengambil foto untuk dokumentasi sebuah pabrik tempat nenek moyangnya dahulu bermukim dan bekerja. Turis – turis tersebut adalah keturunan dari para pembesar Belanda yang sebelum kemerdekaan menempati dan mengelola pabrik Panjer.

Kerjabakti membersihkan rumput ilalang di lokasi pabrik sebelah timur yang sangat luas juga merupakan kebahagiaan tersendiri bagi anak – anak Kongsen. Setiap musim kemarau saat ilalang dan rumput perdu mengering telah dibakar, terlihat jelas dasar – dasar lantai pabrik masa lalu sebagai tempat pembuatan minyak kelapa raksasa. Dibakarnya terlebih dahulu lokasi tersebut untuk mempermudah dan mematikan puluhan ular kobra yang banyak terdapat di area tersebut. Karena jarang dilalui manusia, burung - burung yang indah dan beraneka macam pun banyak bersarang di lokasi tersebut. Kawasan itu layaknya sebuah pulau kecil yang hanya dihuni oleh sekawanan burung – burung dan binatang lainnya. Dahulu di lokasi ini pernah juga ditemukan seonggok tutup Tank ( kendaraan tempur ) milik Belanda.

Panjer memang sebuah desa yang hingga sekarang masih khas dengan kekunoannya, meskipun mungkin dalam sejarah berdirinya Kebumen banyak hal yang tertutup mengenai desa ini dan hanya terekspos sosok Bumidirja dan Jaka Sangkrip. Kurangnya perhatian Pemerintah terhadap sejarah Kebumen, Panjer dan desa – desa lainnya kiranya sangat mempengaruhi pengetahuan dan kecintaan masyarakat Kebumen terhadap tempat lahirnya yang akhirnya melahirkan beberapa kerancuan sejarah, sebagai contoh misal :

Makam Pangeran Bumidirja di Lundong Kutowinangun.
Makam tersebut mengundang tandatanya bagi penulis. Pangeran Bumidirdja adalah nama lain dari Ki Bumi, tetapi mengapa di makam tersebut terdapat dua makam dimana yang satu bertuliskan Pangeran Bumidirdja ( di dalam cungkub ), sedangkan yang satunya lagi bertuliskan Ki Bumi ( di luar cungkub ). Kerancuan yang lain juga terdapat pada makam yang berada di sebelah makam P. Bumidirdja yang bertuliskan P. Mangkubumi II. Hal ini jelas akan mengundang reaksi kritis, sebab Pangeran Mangkubumi adalah gelar dari RM . Sujono ( salah satu putra dari Amangkurat Jawi / RM. Surya Putra dengan garwa selir ) yang setelah menjadi raja ( akibat perjanjian Giyanti tentang pembagian tanah sengketa ) kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwana I, sehingga Pangeran Mangkubumi II adalah gelar lain dari Sultan Hamengkubuwana II ( RM. Sundoro ). Adanya penulis Babad Kebumen atau Panjer yang mengatakan bahwa Ki Bumi adalah P. Mangkubumi, bisa dikatakan tidak memahami benar – benar tokoh – tokoh tersebut dan kedudukannya di dalam pemerintahan Mataram pada masa itu. Begitu juga dengan adanya makam Ki Bumi dan P. Bumidirja yang saya sebutkan tadi, dapat disimpulkan bahwa yang bertugas dalam bidang sejarah dan budaya Kabupaten Kebumen kurang jeli dan memperhatikan antara sejarah, dongeng dan fakta yang ada.


Penutup
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para leluhurnya dengan mengenal dan menjaga sebaik mungkin sejarahnya, serta melestarikan budaya warisannya. Meski kebenaran yang hakiki tidak akan pernah bisa dipastikan, menjaga sejarah, kesenian dan budaya adalah wujud dari cinta tanah air dan bangsa. Semoga desa Panjer yang penuh sejarah tersebut segera mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan pihak – pihak yang terkait lainnya. Begitu juga dengan riwayat Trukahan dan Ki Singa Patra yang nyaris hilang dari babad sejarah Kebumen, semoga bisa dijadikan salah satu pegangan dalam melestarikan sejarah desa Kebumen yang sesungguhnya dalam rangka menghidupkan kembali Kearifan Budaya Lokal. Desa Panjer yang penuh nilai sejarah dan sangat memungkinkan untuk dikembangkan dengan menjadikan puing – puing Pabrik Sari Nabati menjadi tempat wisata sejarah dan spiritual layaknya Benteng Vander Wijk Gombong itu kiranya akan menambah aset Budaya Kabupaten Kebumen.

Sumber Pustaka :
Sejarah Nasional Indonesia
Babad Kadhiri
Kidung Kejayaan Mataram
Babad Kebumen, R. Soemodidjojo
Sejarah Kebumen dalam Kerangka Sejarah Nasional, Dadiyono Yudoprayitno

Sumber Lisan :
Wawancara dengan beberapa tokoh narasumber

Sumber Spiritual :
Sasmita – sasmita saat tirakat di beberapa makam dan situs


Kebumen, Selasa Paing 17 Agustus 2010
Kado Ulang Tahun untuk Tanah Airku


Sayyid R. Ravie Ananda



Biodata Penulis


Nama : Ravie Ananda, S. Pd.
Alamat : Jalan Garuda 13 Kebumen
Agama : Islam
Tempat dan Tanggal lahir : Desa Panjer, Kebumen 29 Maret 1980
Pendidikan : TK. PMK Sari Nabati Panjer
SDN. I Kebumen
SMPN 1 Kebumen
SMAN 2 Kebumen
Universitas Muhamadiyah Purworejo
Pekerjaan : Wiraswasta



SILSILAH PENULIS


KEKANCINGAN MATARAM SULTANAGUNGAN
Brawijaya Pungkasan
Bondan Gejawan ( Ki Ageng Tarub III )
Ki Ageng Getas Pandawa
Ki Ageng Sela
Ki Ageng Nis
Ki Ageng Pemanahan
Panembahan Senopati
Sultan Agung Hanyakrawati
Sultan Agung Hanyakrakusuma
1. Amangkurat I
2. Amangkurat II Pangeran Puger ( Pakubuwana I ) HAMENGKUBUWANAN
3. Amangkurat Jawi / IV ( RM. Suryaputra ) Amangkurat Jawi / IV ( RM. Suryaputra )
4. KGPH. Kartasura RM. Sandeyo Kyai Nur Iman Mlangi Hamengku Buwana I RM. Sujono
5. RM. Mansyur Muhyidin Arrofi’I Kyai Guru Luning 1. Hamengku Buwana II RM. Sundoro + Erawati
6. RA. Fatimah ( Nyai Taslim Tirip ) 2. BPA. Dipowiyono
7. RM. Abdurrahman Tirip 3. RA. Nyai Kamaludiningrat (Pengulu Kraton)
8. RA. Roikhanah ( Pengulu R. Rilwan Plumbon ) 4. RA. Nyai Imanadi ( Garwa II )
9. RA. Rughoyah ( R. Makmun ) 5. RA. Nyai Jawahir
10. RA. Honimah ( Sumadi ) 6. R. Badarudin
11. R. Ravie Ananda 7. R. Makmun
8. RA. Honimah ( Sumadi )
9. R. Ravie Ananda


BANI IMANADI ( Pendiri Masjid Agung Kauman Kebumen )
Pangeran Marbut / Syekh Abdurrahman
Pangeran Nurmadin / Syekh Nurudin
KH. Imanadi ( garwa Putrinipun RA. Kamaludiningrat ) KH. Imanadi ( garwa Pringtutul Rawareja )
1. RA. Nyai Jawahir 1. R. Moh. Alwi
2. R. Badarudin 2. R. Ali Awal
3. R. Makmun 3. RA. Nyai Abdul Hanan
4. RA. Honimah ( Sumadi ) 4. R. Pengulu Rilwan ( RA. Roikhanah )
5. R. Ravie Ananda 5. RA. Rughoyah ( R. Makmun )
6. RA. Honimah ( Sumadi )
7. R. Ravie Ananda

BANI ZAENAL ABIDIN BANJURSARI
Syekh Kahfi Awal
Muhtarom
Jawahir Awal
Syekh Yusuf Buluspesantren
Zaenal Abidin Banjursari Zaenal Abidin Banjursari
1. Jawahir ( Nyai Jawahir putri Imanadi ) 1. Zaenal Muharram
2. R. Badarudin ( Nyai Ragil ibni Zaenal Muharram ) 2. Nyai Ragil (R. Badarudin)
3. R. Makmun ( RA. Rughoyah ) 3. R. Makmun (RA. Rughoyah )
4. RA. Honimah ( Sumadi ) 4. RA. Honimah ( Sumadi )
5. R. Ravie Ananda 5. R. Ravie Ananda


BANI SAYYID AHMAD MUHAMMAD ALIM BULUS PURWOREJO
Al Azhamatkhan ( miturut seratan nasab Sunan Kudus )
Basaiban ( miturut Pustaka Bangun anggitanipun Kyai R. Damanhuri, Habib Dahlan Baabud lan Habib Agil Baabud Purworejo )

1. Sayyidatina Fatimah
2. Husein
3. Ali Zainal Abidin
4. Muhammad al - Baqir
5. Ja'far ash - Shadiq
6. Ali al - Uraidhi
7. Muhammad al - Naqib
8. Isa ar - Rummi
9. Ahmad al - Muhajir
10. Ubaidullah
11. Alwi Awwal
12. Muhammad Sahibus Saumiah
13. Alwi ats - Tsani,
14. Ali Khali' Qasam,
15. Muhammad Shahib Mirbath
16. Alwi Ammi al - Faqih
17. Abdul Malik ( Ahmad Khan )
18. Abdullah ( al - Azhamat ) Khan
19. Ahmad Syah Jalal ( Jalaluddin Khan )
20. Syekh Jumadil Kubro, Pondok Dukuh Semarang
21. Maulana Malik Ibrahim
22. Sunan Ampel
23. Syarifah ( garwanipun Sunan Ngudung )
24. Sunan Kudus
25. Nyai Segati ( Pangeran Bayat ) Tegalsari Garung Wonosobo
26. Nyai Bekel Karangkobar Banjarnegara
27. Kyai Dilem Bandok Wonokromo Garung Wonosobo
28. Nyai Dalem Agung Mojotengah Garung Wonosobo
29. R. Martogati Wonokromo Garung Wonosobo
30. R. Ngalim Marsitojoyo Garung Wonosobo
31. R. Singosuto Garung Wonosobo
32. Hadrotussyaikh Ahmad Muhammad Alim Bulus R. Tumenggung Wirondhoho Bruno
33. Sayyidah Nyai Tolabudin Paguan Kaliboto Purworejo 1. Kyai R. Tolabudin
34. Sayyid Taslim Tirip ( RA. Fatimah )2. Sayyid Taslim Tirip ( RA. Fatimah )
35. Sayyid R. Abdurrahman Tirip 3. Sayyid R. Abdurrahman Tirip
36. Sayyidah RA. Roikhanah ( R. Rilwan )4. Sayyidah RA. Roikhanah ( R. Rilwan )
37. Sayyidah RA. Rughoyah ( R. Makmun ) 5. Sayyidah RA. Rughoyah ( R. Makmun )
38. Sayyidah RA. Honimah ( Sumadi ) 6. Sayyidah RA. Honimah ( Sumadi )
39. Sayyid R. Ravie Ananda 7. Sayyid R. Ravie Ananda
 
 
Support : Creating Website | Osleh Template | Osleh Template
Copyright © 2016. OSLEH . NET - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Osleh Template
Proudly powered by Blogger